tag:blogger.com,1999:blog-22026983665257895802023-06-20T21:09:42.127-07:00Edumanagement and TrainingMore Than a Management SiteAde Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-63026041815732751712012-01-30T11:10:00.000-08:002012-01-30T11:22:03.545-08:00Seputar Manajemen Perubahan (Resensi Buku dan Artikel)<div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Beyond Change Manajement (Advanced Strategies for Today’s Transformational Leaders)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Dean Anderson dan Linda Ackerman Anderson </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : San Fransisco, John Willey and Sons Inc, 2001</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong></div><br />
<div></div>Memasuki abad ke 21, perubahan dan bagaimana melakukannya dengan benar menjadi topik perhatian para pemimpin organisasi. Perubahan terjadi dimana saja dengan kecepatan dan kompleksitas yang beragam dan terus meningkat. Oleh karena itu keberhasilan sebuah organisasi kemudian bergantung pada keberhasilan pemimpin dalam memimpin perubahan tersebut.<br />
<br />
Perubahan yang terjadi sekarang ini lebih bersifat radikal, kompleks dan berkelanjutan atau disebut “transformation” menurut penulis. Pada perubahan sebelumnya yang bersifat transactional, para pelaku manajemen perubahan menitikberatkan usahanya pada dua hal yakni pertama, bagaimana membuat perencanaan yang lebih baik untuk perubahan dan kedua, bagaimana menghadapi penolakan pegawai terhadap perubahan. Namun demikian usaha tersebut tidaklah cukup, karena kedua permasalahan tersebut diatas hanyalah yang nampak di permukaann saja. Karenanya perlu usaha yang lebih mendalam lebih dari sekedar manajemen perubahan (change management) yaitu pada kepemimpinan perubahan (change leadership).<br />
<br />
Untuk bisa melakukan perubahan transformasional ini, para pemimpin harus memiliki pemahaman yang medalam mengenai perubahan dan keterampilan serta strategi kepemimpinan. Dalam keseluruhan buku ini, Pemimpin disarankan untuk mentransformasi dirinya dulu sebelum memimpin transformasi dalam organisasinya.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Managing Change (Practical Strategies for Competitive Advantage</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Kari Tuominen </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Milwaukee-Wisconsin, ASQ Quality Press, 2000</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku </strong> :</div><br />
<div></div>Kemampuan untuk mengubah merupakan faktor penting sebuah perusahaan atau organisasi agar bisa bertahan dan lebih sejahtera. Namun demikian perubahan dan pembaharuan belumlah cukup. Hal lain yang perlu diperhatikan misalnya, perubahan harus dilakukan tepat waktu, perubahan harus dilakukan pada hal-hal yang penting demi keberhasilan organisasi, dan perubahan harus diterapkan pada waktu dan kualitas yang kompetitif. <br />
<br />
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, untuk melakukan manajemen perubahan perlu didukung oleh kemampuan manajemen yang memadai dalam mengelola perubahan. Hal ini bisa dilakukan baik itu belajar dari pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Sebuah model pengembangan perlu diciptakan agar bisa menjadi arahan, acuan, dan petunjuk dalam penerapannya di organisasi.<br />
<br />
Buku ini memaparkan secara lengkap contoh, teori, serta model manajemen perubahan dan perkembangannya. Teori digabungkan dengan praktek lewat berbagai studi kasus yang terjadi di beberapa perusahaan dan organisasi untuk menggambarkan bagaimana menjembatani antara perencanaan dengan penerapan. Untuk menerapkan perubahan dalam sebuah organisasi, kemampuan dalam ‘how to do things correctly’ atau yang disebut capability strategy perlu dimiliki. Tentunya untuk lingkungan yang kompetitif dan penuh tantangan perlu usaha tidak hanya dalam melakukan sesuatu dengan lebih baik tapi melakukannya dengan cara yang berbeda. Karenanya, mereka yang melakukan perubahan perlu memahami isu-isu penting dalam buku ini diantaranya berkenaan dengan manajemen produk dan proses serta pengembangan kemampuan berkelanjutan.<a name='more'></a> <br />
<br />
<div> </div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Kinerja Staf dan Organisasi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. Sudarwan Danim </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Bandung, Pustaka Setia, 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku</strong> : </div><br />
<div></div>Penataran dan pelatihan yang dimaksudkan untuk mendongkrak kinerja staf dan organisasi baik itu di lingkungan swasta maupun pemerintah belumlah secara signifikansi mendukung pada peningkatan kinerja. <br />
Oleh karena itu, sajian buku ini diharapkan bisa memperbaiki berbagai pihak yang terlibat dan perhatian pada permasalahan pelatihan atau kegiatan sejenisnya. Hal-hal yang menjadi kajian dan bisa dijadikan sebagai acuan diantaranya:<br />
<ol><li>Pentingnya memiliki visi dan misi yang jelas dan inovatif</li>
<li>Peran pelatih sebagai aktor perubahan perlu dibekali dengan kaidah,sikap, dan keterampilan dalam berbagai bidang yang berkaitan.</li>
<li>Pelatihan pada dasarnya memiliki esensi untuk menyadarkan individu pada perubahan dan membuka serta mengembangkan potensinya lewat beragam kegiatan</li>
<li>Pelatihan bukanlah sebatas transfer pengalaman namun lebih dari itu. Karenanya perlu disusun langkah dan strategi dalam implentasi pelatihan</li>
<li>Perlu dilakukan reorientasi mutu pelatihan</li>
<li>Melakukan analisis lewat SWOT untuk mengetahui kondisi dan potensi ke depannya.</li>
</ol>Dengan pelatihan yang tepat inilah Sumber daya Manusia sebagai penggerak organisasi dan modal maya (Intellectual/virtual capital) bisa dihasilkan dan bisa mendorong usaha menyiapkan manusia masa depan yang bermutu dalam sebuah organisasi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Change! (Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Rhenald Kasali, Ph.D </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Jakarta, PT Gramedia Pustaka Umum, 2006</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div></div>“Change or Die” Berubah atau mati!. Buat apa suatu perusahaan atau institusi terus dipertahankan kalau ia hanya menjadi beban masyarakat? Hidup tetapi mengidap penyakit ketuaan, tidak memberi manfaat dan menyulitkan banyak orang. Karena itu perubahan merupakan satu kewajiban untuk mendapatkan prestasi yang besar.<br />
<br />
Dalam setiap perubahan selalu ada dua pihak; mereka yang menganut “seeing is believing” dan “believing is seing”. Padahal untuk menciptakan perubahan, pertama-tama harus ada yang bisa mengajak semua pihak “melihat”. Namun ini saja tidak cukup, mereka yang “melihat” belum tentu “bergerak” dan yang “bergerak” belum tentu mampu “menyelesaikannya”. Kebanyakan orang telah terperangkap oleh kesuksesan masa lalu. Dan seperti kata Peter Drucker, bahaya terbesar dalam turbulensi bukanlah turbulensi itu sendiri, melainkan “cara berfikir kemarin” yang masih dipakai untuk memecahkan masalah sekarang.transformasi nilai yang direncanakan dengan baik merupakan satu keharusan dalam sebuah perubahan. <br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Change Management (A Guide to Effective Implementation)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : James McCalman and Robert A Paton </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : London, Paul Chapman Publishing Ltd, 1992</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div></div>Perubahan dalam sebuah organisasi disebabkan oleh faktor internal misalnya persepsi, pilihan serta tindakan dan faktor eksternal misalnya kejadian di dunia bisnis dan perekonomian. Intinya perubahan terjadi pastilah ada pemicunya baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.<br />
<br />
Dalam proses transisi, pemilik permasalahan misalnya para manajer, atau kelompok manajer berperan penting pada keberhasilannya dalam mengubah lingkungan. Pertama agar berhasil perlu ada proses mengidentifikasi pentingnya perubahan, kemudian menimbang untung rugi alternatif perubahan yang akan diambil, memikirkan siapa yang akan dilibatkan, baru setelah itu diambil keputusan dan diujicobakan.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Manajemen Sumber Daya Manusia</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd., APU</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Bandung, PT. Refika Aditama, 2007</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div></div>Kondisi kualitas profesionalisme rata-rata sumber daya manusia di Indonesia masih belum memuaskan dimana salah satu penyebabnya adalah praktek manajemen sumber dya manusia yang belum benar. Padahal SDM ini merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi. Oleh karen itulah SDM dituntut untuk memiliki kompetensi dan kinerja yang tinggi demi kemajuan organisasi.<br />
<br />
Berbagai permasalahan berkenaan dengan SDM ini harus ditangani secara sistematis dimana proses pengembangan dilakukan secara menyeluruh dalam berbagai aspek misalnya intelektual, manajerial, maupun perilaku. Kualitas kinerja SDM yang bagus bisa menunjang pada pencapaian tujuan organisasi. Dalam proses pencapaian tujuan inipun, organisasi harus banyak melakukan pembenahan dan pembinaan yang berkelanjutan pada pengembangan sumber daya manusia.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Manajemen Perubahan (Management of Change)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. J. Winardi, SE. </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Jakarta, Kencana, 2006.</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong></div><br />
<div></div>Buku ini menyajikan panduan lengkap untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan, menangani perubahan, serta konflik yang akan terjadi akibat perubahan tersebut. Untuk kemudian menjadikannya sebagai sarana melakukan lompatan jauh ke depan. Disusun berdasarkan pandangan para pakar di bidang manajemen perubahan dan manajemen konflik. <br />
<br />
Sajian utama buku ini adalah :<br />
<ul><li>Pengantar perubahan: definisi, ciri, target, dan sejumlah cara untuk menghadapi perubahan; model pendekatan sistem 3 lingkaran; pembahasan mendalam tentang pendekatan universal; faktor perubahan; peran manajemen perubahan, serta sejumlah aspek perubahan.</li>
<li>Manajemen perubahan: tingkat perubahan, penentangan terhadap perubahan, perubahan yang direncanakan, tipe perubahan organisasi.</li>
<li>Pengembangan dan perubahan keorganisasian: ciri program perubahan yang efektif, kultur organisasi, konsep dasar perubahan keorganisasian, teknik pengembangan keorganisasian, dan konsekuensi keorganisasian.</li>
<li>Manajemen konflik: proses konflik, tingkatan konflik, proses perubahan, dan cara mengelola konflik antar kelompok.</li>
</ul><br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Dasar-Dasar Perilaku Organisasi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Drs. Supardi, MM dan Drs. Syaiful Anwar, SU</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Jogjakarta, UII Press, 2002</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div></div>Kehidupan organisasi di jaman sekarang ini dihadapkan pada tuntutan hidup yang semakin kompleks. Ilmu dan teknologi yang berkembang memberikan sumbangan yang tak bernilai pada perkembangan organisasi. Namun demikian semuanya ini tidak akan bermakna bila manusia tidak mampu memimpin, mengorganisir dan mengarahkan ke arah tujuan yang sudah ditetapkan.<br />
<br />
Tujuan tersebut diatas menjadi motivasi tersendiri bagi individu sebagai modal dasar pencapaian tujuan. Motivasi individu ini kemudia perlu diarahkan dan disatukan dalam sebuah kepemimpinan yang tentunya memerlukan pemimpin yang bisa mengajak orang lain bekerja sama dan bisa mengoptimalkan sumber daya dan lingkungannya dengan baik.<br />
<br />
Dalam prosesnya, tentu akan ada perbedaan satu sama lain yang menimbulkan konflik. Selain itu manajer sebaga pimpinan organisasi perlu jeli memahami kondisi dan tantangan organisasi di masa mendatang; melihat perlu tidaknya sebuah perubahan diterapkan dalam rangka penyesuaian dengan tuntutan dan keadaan lingkungan. Sehingga pengembangan organisasi menjadi sebuah keharusan dalam upaya merubah organisasi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. Veithzal Rivai, MBA.</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div>Permasalahan kepemimpinan dan perilaku organisasi merupakan masalah be sar bagi bangsa yang besar dan selalu ingin maju termasuk Indonesia. Reformasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1998 membawa perubahan pada berbagai bidang termasuk pada kehidupan berorganisasi. Perubahan eksternal yang muncul memaksa tiap organisasi untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian di bawah pimpinan yang dinamis dan responsif terhadap perubahan tersebut. </div><br />
Namun kenyataan berkata lain, para pemimpin belumlah seperti yang diharapkan. Oleh karena itu mereka yang memimpin organisasi hendaknya memiliki kualitas kepemimpinan yang diharapkan, mengetahui berbagai pendekatan dalam kepemimpinan, memahami siapa yang dipimpin, memiliki kemampuan dalam menangani konflik, berkomunikasi dengan baik, dan mampu membawa organisasi ke arah perubahan menjadikan organisasi yang lebih dinamis.<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Buku : Strategic Management (Contemporary Concepts and Cases) </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Nitish Sengupta dan J.S Chandan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penerbitan : New Delhi, Vision Books Pvt.Ltd., 2003</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Buku :</strong> </div><br />
<div></div>Dalam dua dekade kebelakan banyak perubahan yang terjadi dalam dunia bisnis. Setiap bagian dunia ini menjadi lebih dekat dan jaringan komunikasi serta internet membuat dunia ini bagaikan sebuah perkampungan global. Organisasi menjadi lebih bersifat multinasional terlepas dari batasan negara dan geografis.<br />
<br />
Perhatian pada kualitas baik produk atau layanan semakin bertambah sehingga kepuasan pelanggan menjadi salah satu perhatian. Lingkungan sekarang yang ditandai dengan persaingan yang menglobal, sumber yang terbatas, serta perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut adanya tanggung jawab sosial dan menjadi perhatian organisasi. Kondisi ini memerlukan pemikiran strategis agar bisa mengelola semua kelebihan serta kelemahan yang ada di lingkungan organisasi baik secara internal ataupun eksternal.<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Mengapa Perlu Manajemen Perubahan?</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://ronawajah.wordpress.com/, 01 maret 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong></div><br />
<div></div>Fenomena global di berbagai dimensi kehidupan tidak dapat dihindari. Pasti ada efeknya terhadap organisasi perusahaan. Manajemen perubahan menjadi sangat penting diterapkan. Namun demikian dalam kenyataannya proses perubahan yang terjadi tidak selalu mendapat respon positif. Ada saja mereka yang menyukai dan yang tidak menyukai perubahan. Beberapa alasan mengapa mereka bersikap kontra perubahan dapat berupa rasa takut terhadap: berkurang/hilangnya kekuasaan, kehilangan ketrampilan, kegagalan kerja, ketidakmampuan menghadapi masalah baru, dan kehilangan pekerjaan.<br />
<br />
Manajer perlu memahami mengapa organisasi harus siap terhadap perubahan: apakah yang bersifat inovatif maupun strategis. Perubahan inovatif adalah perbaikan secara kontinyu di dalam kerangka sumberdaya yang ada. Sementara perubahan strategis adalah perubahan melakukan sesuatu yang baru. <br />
<br />
Tiap perubahan tersebut tentunya akan menggunakan pendekatan berbeda. <br />
Berikut adalah hal-hal yang bisa dipertimbangkan oleh seorang manajer dalam melakukan perubahan:<br />
1. proaktif menjelaskan kepada karyawan tentang strategi perubahan yang akan dijalankan organisasi.<br />
2. memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan<br />
3. memaksimumkan kesempatan untuk berhasil dalam proses perubahan melalui evaluasi dengan <br />
cermat terhadap perencanaan yang manajer buat.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Diagnosa Situasi Perubahan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Uyung Sulaksana </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://omusu.blogspot.com/, 09 September 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel</strong> : </div><br />
<div></div>Menurut Strebel para pemimpin perubahan tak bisa begitu saja mengambil resiko dengan membabi-buta menerapkan sebuah resep perubahan baku dan lalu mengharapkan suksesnya perubahan. Perubahan yang sukses mensyaratkan jalur yang tepat dengan situasi khusus yang melingkupi organisasi. Sementara menurut Pettigrew dan Whipp dalam laporan penelitian perusahaan-perusahaan Inggris yang bergerak di empat sektor industri: Salah satu ciri utama perusahaan yang diteliti adalah bahwa agar sukses berkompetisi, manajemen perubahan operasional dan stratejik mesti mengantisipasi sifat dari prosesnya yang tidak pasti dan emergent.<br />
<br />
Alhasil, jika perusahaan hendak merespon dan mengelola perubahan dengan sukses, maka diperlukan kemampuan mendiagnosa situasi perubahan. Namun, mendiagnosa situasi oganisasi bukanlah ilmu pasti. Meski demikian, ada beberapa metode dan teknik yang bisa membantu pendiagnosaan ini. <br />
<br />
Contohnya, model Greiner tentang daur hidup perusahaan merupakan teknik praktis untuk mengenali saat yang tepat kapan diperlukan perubahan organisasi. Selain itu, ada sejumlah teknik perencanaan strategis (contohnya, analisa stakeholder, SWOT dan PETS), dimana penerapannya dapat mengarah pada rencana perubahan. Khususnya, analisa kekuatan dan kelemahan perusahaan serta peluang dan ancaman (SWOT) atas perubahan lingkungan menyadarkan kita tentang perlunya dilakukan incremental change berkelanjutan dan sekaligus menghindarkan diri dari proses strategic drift. <br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen Perubahan di Sekolah</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Budi Wahyu Rianto </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://smpn1-prob.sch.id/, 29 September 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern yang terus berkembang, sekolah tidak mungkin menghindar dari arus perubahan ini. Lebih dari itu, karena fungsinya, sekolah adalah agen perubahan. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk menyiapkan siswanya untuk mengikuti perubahan sosial yang terjadi, tetapi juga menyiapkan pemimpin-pemimpin perubahan itu sendiri. Bagaimana mungkin fungsi ini bisa dilaksanakan dengan baik apabila sekolah itu tidak sukses dalam mengubah diri sendiri?<br />
<br />
Organisasi beranggotakan individu-individu dan perubahan terjadi baik pada tingkat individu dan pada tingkat organisasi. Perubahan pada tingkat individu saja sudah merupakan masalah yang rumit apalagi pada tingkat organisasi. Karenanya, manajemen perubahan yang baik dan sekaligus pemimpin perubahan yang handal dibutuhkan agar proses perubahan berhasil dengan baik di tingkat organisasi. Perubahan yang berhasil adalah perubahan yang mencakup perubahan budaya organisasi. <br />
<br />
Manusia butuh berubah untuk melanjutkan hidupnya; tetapi di pihak lain manusia juga butuh kemapanan dalam derajat tertentu untuk dapat menjalani dan menikmati hidupnya. Oleh karena pertentangan dua hal ini, manusia baik sendiri-sendiri sebagai individu maupun secara kolektif dalam organisasi perlu melakukan perubahan-perubahan sekaligus menciptakan pola-pola hidup yang memudahkan mereka menjalaninya. Cara melakukan perubahan yang sesuai dengan dua kebutuhan hidup yang bertentangan ini adalah membuat perubahan terhadap pola lama yang tidak lagi sesuai atau tidak disenangi untuk menuju pola baru yang diinginkan. Setelah pola baru ditemukan, perlu pemantapan pola tersebut sehingga menjadi pola baru untuk dianut. Siklus baru perubahan dapat dimulai setelah pola baru menjadi mantap (well established).<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Why Change Hasn’t Worked? (Mengapa Perubahan tidak </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>berhasil?)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Nick Grant</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://sagepub.com, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Manajemen perubahan di persekolahan negara Inggris dan Skotlandia lebih menitikberatkan pada pelaksanaan daripada cara atau proses pelaksanaannya. Perubahan yang sejatinya dipahami sebagai proses yang berkelanjutan yang terjadi dalam lingkungan dipahami tidak secara utuh oleh mereka yang berada di persekolahan tersebut.<br />
<br />
Perubahan yang terjadi lebih bersifat dokrin dan berasal dari atas (bersifat top down), sehingga mereka yang terlibat dalam perubahan namun tidak terlibat langsung dalam perencanaan untuk perubahan tersebut tidak menganggap penting adanya perubahan tersebut. Dampak yang terjadi kemudian ialah perencanaan hanya untuk perencanaan bukan untuk dilaksanakan.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen Perubahan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Hasan Mustafa</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.unpar.ac.id/, 2001</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Michael Hammer dan james Champy menyatakan bahwa ekonomi global berdampak pada 3C yakni customer, competition, dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak dan perubahan menjadi konstan. Tidak sedikit yang tidak menyukai perubahan namun begitu tetap perubahan merupakan suatu proses yang tidak bisa dihindarkan.<br />
<br />
Masalah yang sering muncul ialah penolakan atas perubahan (resistance to change). Penolakan ini menjadikan pelaku perencana perubahan untuk semakin berhati-hati dan lebih matang dalam pembuatan perencanaan.<br />
<br />
Penolakan biasanya muncul baik itu dari individu karena persoalan persepsi, kepribadian, serta kebutuhan maupun dari kelompok karena persoalan, tujuan, struktur, kekuasaan, dll. Maka untuk mengatasi semua tersebut diatas, Coch dan French Jr.(1948) Mengusulkan enam taktik mengatasi perubahan diantaranya:<br />
1. Pendidikan dan Komunikasi<br />
2. Partisipasi<br />
3. Memberikan kemudahan dan dukungan<br />
4. Negosiasi<br />
5. Manipulasi dan Kooptasi<br />
6. Paksaan<br />
<br />
<div> </div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Change Management Iceberg</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Wilfried Kruger</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.12manage.com/, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Menurut Wilfried Kruger, berbagai perubahan yang dilakukan oleh para manajer hanya melihat puncak esnya saja (iceberg) seperti Biaya, kualitas, dan waktu tanpa melihat jauh lebih mendalam dari perubahan dan implementasinya misalnya berkaitan dengan pengelolaan persepsi dan keyakinan (management of Perception and Beliefs) dan Pengelolaan Kekuasaan dan Politik (Power and Politics Management).<br />
<br />
Selain itu perlu diperhatikan unsur-unsur yang terlibat dalam perubahan diantaranya:<br />
<ol><li>Opponent; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan. Golongan ini perlu dikendalikan dengan Management of Perception and Belief</li>
<li>Promoter; memiliki sikap dan perilaku positif pada perubahan. Mereka mendapat keuntungan dari perubahan dan pasti akan mendukung perubahan tersebut.</li>
<li>Hidden Opponents; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan namun seolah-olah mendukung perubahan tersebut (Opportunist). Golongan ini perlu dikendalikan dengan Management of Perception and Belief dengan Issue Management</li>
<li>Potential Promoter; memiliki sikap positif pada perubahan namun belum terlalu yakin. Golongan ini perlu dikendalikan dengan Power dan Politik Management.</li>
</ol>Intinya Kruger menyatakan bahwa manajemen perubahan hendaknya tidak mencakup hal-hal yang bersifat superficial (dangkal) namun lebih mendalam baik pada dimensi interpersonal maupun perilaku, baik itu normatif maupun budaya.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Faktor Penentu Keberhasilan Manajemen Perubahan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Human Resource Management </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://rajapresentasi.com/category/paperartikel/, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Terdapat DUA faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan proses perubahan, yakni : <br />
<ol><li>Karakteristik Organisasi ; sejauh mana kesiapan organisasi itu untuk melaksanakan proses perubahan. Dalam hal ini kesiapan organisasi ditentukan oleh tiga aspek, yakni kesesuaian arah perubahan dengan jiwa organisasi, level dan dampak perubahan, serta ada atau tidak adanya serikat pekerja.</li>
<li>Karakteristik dari Perubahan itu Sendiri. Beberapa aspek berikut perlu diperhatikan diantaranya:</li>
</ol><ul><li>spesifikasi tujuan; tingkat spesifikasi perubahan</li>
<li>program; kemungkinannya untuk diprogramkan dikaitkan dengan tahapan sosialisasi, komitmen, dan alokasi penghargaan</li>
<li>target perubahan; apakah untuk cakupan secara luas atau hanya bagian atau departemen tertentu saja</li>
<li>dukungan internal; partisipasi semua pihak yang terlibat dalam perubahan</li>
<li>sponsor; seberapa jauh top manajemen mendukung proses perubahan termasuk yang berkaitan dengan pendanaan</li>
</ul><br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen perubahan bagi Profesional SDM</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Uyung Sulaksana </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://omusu.blogspot.com/, 11 September 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Walaupun punya banyak nama (antara lain transformasi, rekayasa ulang, perubahan budaya, reinvensi, adaptasi, fleksibilitas, pembelajaran cepat dan agilitas), tantangan kompetitif tetap sama: para manajer, karyawan dan perusahaan harus belajar berubah lebih cepat dan dengan lebih ‘nyaman’. Profesional SDM mesti mendorong organisasi mereka agar mau berubah. Mereka perlu mendefinisikan model perubahan organisasi, lalu menyebarkan model tersebut ke seluruh lingkup perusahaan dan mendorong penerapannya. Terdesak oleh waktu siklus yang makin pendek dan kecepatan perubahan yang meningkat, profesional SDM akan menghadapi banyak pertanyaan seperti: <br />
<ul><li>Bagaimana kita melepaskan hal-hal yang telah kita pelajari di masa lalu?</li>
<li>Bagaimana sembari tak lupa masa lalu, kita beradaptasi ke masa depan?</li>
<li>Bagaimana mendorong pengambilan resiko yang diperlukan bagi perubahan tanpa membahayakan organisasi?</li>
<li>Bagaimana menentukan praktik SDM mana yang mesti dirombak demi transformasi dan mana yang perlu dipertahankan?</li>
<li>Bagaimana menggerakkan hati dan pikiran semua anggota organisasi untuk berubah?</li>
<li>Bagaimana kita bisa berubah dan belajar dengan cepat?</li>
</ul><br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen Perubahan Pendidikan Tinggi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Drs. H. Nurochim, MM </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://nurochim.multiply.com, 10 September 2007</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong></div><br />
<div></div>Tuntutan perubahan terjadi pada berbagai bidang kehidupan, termasuk perubahan pendidikan tinggi. Sumber utama pemicu perubahan pada dasarnya berasal faktor internal dan eksternal suatu organisasi.<br />
Perubahan pada dasarnya melakukan segala sesuatu secara berbeda. Jeff Davidson menjelaskan bahwa perubahan merujuk pada sebuah terjadinya sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan. Rumusan perubahan yang diungkapkan oleh Davidson tersebut, bahwa perubahan organisasi termasuk lembaga pendidikan tinggi bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan organisasi. <br />
<br />
Potts dan LaMarsh melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya. Perubahan lembaga menurut Potts dan LaMarsh dibatasi pada aspek struktur organisasi, proses, orang dan budaya organisasi.<br />
Manajemen perubahan sebagaimana diungkapkan oleh Potts dan LaMarsh dan dianut Wibowo adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Pemahaman manajemen Perubahan dalam Perspektif Agen </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Perubahan Pendidikan Tinggi.</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Th. Agung M. Harsiwi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.pendidikan.net/, 30 Juli 2003</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Kemampuan organisasi untuk bertahan hidup ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk berubah, menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi atau dengan perubahan potensial yang akan terjadi di masa mendatang. Kemampuan organisasi untuk berkembang ditentukan oleh kemampuan organisasi dalam menciptakan perubahan. Kemampuan organisasi untuk berubah ditentukan oleh seberapa berdaya personil organisasi dalam melakukan perubahan. Konsep employee empowerment menjadi prasyarat membangun hi-flex organization suatu organisasi yang mampu beradaptasi dengan cepat, dan cepat menciptakan perubahan untuk merespon perubahan lingkungan bisnis atau potensi lain yang telah dan akan terjadi (Mulyadi, 1997). <br />
<br />
Pendidikan tinggi memiliki peran sebagai 'agen pengembangan' dalam kaitannya dengan tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi masa depan untuk menghadapi saat sekarang dan di masa mendatang dan juga bertanggung jawab menjadi partner dalam dunia bisnis dimana individu diharapkan dapat menciptakan kehidupan kerja dan lebih berkualitas, serta berperan aktif menghidupkan etika dan moralitas dalam sendi-sendi bisnis, yang pada akhirnya akan terkait kembali pada komitmen awal yaitu pada pengembangan komunitas secara keseluruhan (Susanto, 1998). <br />
<br />
Rekonstruksi komitmen terhadap pendidikan tinggi berikut sistem pengelolaannya harus diawali kesediaan segenap pelakunya untuk melakukan pembaharuan terhadap pola pikir mereka. Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga penggerak atau "change agent" (bisa para pakar/pengamat pendidikan) yang mampu menarik para pelaku lainnya berfungsi aktif sebagai proponent bagi langkah-langkah perubahan ini, sekaligus tajam dalam mengidentifikasi pihak-pihak oponent yang harus diwaspadai (Susanto, 1998).<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen Perubahan Organisasi dan Post Privatisasi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Moh. Arif Rifki </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://arifqbio.multiply.com/journal, 29 April 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Perubahan organisasi merupakan proses yang berkelanjutan yang dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Secara teori perubahan mengarah pada dua kemungkinan utama yakni berubah semakin baik atau menjadi jelek. Agar bisa mengarah ke arah yang diinginkan dan menjadi lebih baik maka memerlukan kinerja dan loyalitas yang tinggi pula.<br />
<br />
Pengelolaan perubahan yang sistematis dengan memperkenalkan konsepsi-konsepsi yang berkaitan dengan perkembangan organisasi perlu dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu antisipasi pada hambatan yang mungkin muncul dalam perubahan yang dikarenakan oleh diantaranya:<br />
• Kurang pengalaman<br />
• Terpaku pada kesalahan<br />
Yang bisa dilakukan kemudian ialah mencoba mengurangi hambatan itu sendiri sebagaimana dipaparkan oleh K. Lewin dengan menangani status quo dan melakukan gerakan ke wilayah ide baru (unfreezing) dan perubahan yang baru dan menjadikannya permanen (refreezing).<br />
Isu privatisasi mengharuskan organisasi yagn menerapkan sistem tersebut perlu pula mengadakan perubahan dalam organisasi sehingga perubahan yang dilakukan bisa mengarah pada perubahan yang baik.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Rencana Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi dengan </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>menggunakan kerangka implementasi Learning Organization </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>(Studi kasus: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Dr.lr. Patdono Soewignjo,M.Eng dan Dr.Ir. Sjarief Widjaja </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.its.ac.id/, , 29 Desember 2006</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Di dalam rancangan undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan. Dan pada satu dekade terakhir muncul paradigma baru di dalam sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang terdiri dari kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Untuk menghadapi perubahan yang terjadi baik di dalam maupun diluar sistem, dibutuhkan penanganan yang lebih mendalam mengenai rencana pengembangan pada institusi pendidikan tinggi. <br />
<br />
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa core bisnis institusi pendidikan tinggi adalah proses belajar mengajar, sehingga perbaikan yang diberikan pada proses belajar mengajar akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perbaikan kualitas perguruan tinggi. Mekanisme evaluasi di dalam penyusunan kurikulum merupakan root cause terbesar pada proses penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi. Langkah validasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan perencanaan pengembangan institusi pendidikan tinggi yang dihasilkan dapat diterapkan pada institusi pendidikan tinggi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Analisis Manajemen Perubahan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : PS. Trimo Syukur</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : Majalah Perencana Vol. 1 No. 1 (LIPI), 2006</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Adanya perubahan-perubahan lingkungan yang menuntut perlunya dilakukan perubahan-perubahan dalam suatu organisasi yang menyangkut sumberdaya manusia, struktur organisasi dan budaya kerja pegawai. Upaya-upaya untuk melakukan perubahan dapat dilakukan antara lain dengan menerapkan konsep Manajemen Perubahan. <br />
<br />
Keluaran/hasil yang dapat diperoleh dari penerapan konsep Manajemen Perubahan, antara lain struktur organisasi baru yang dapat mewadahi seluruh tugas dan fungsi serta kegiatan-kegiatan organisasi, terciptanya manajemen sumberdaya manusia, terbentuknya tim pembaharuan/ perubahan organisasi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Manajemen SDM – Dosen dalam Meningkatkan Mutu </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Pendidikan di Perguruan Tinggi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Bambang Kesit. </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://bambangkesit.staff.uii.ac.id/ , 15 Maret 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Pimpinan Perguruan Tinggi berkewajiban untuk mengelola sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk mengimplementasi sistem manajemen mutu agar efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (klausul 6.1, IWA 2:2007- ISO 9001:2000). Pimpinan PT bertanggungjawab terhadap pengelolaannya karena dosen memiliki peran strategis dan penopang utama dalam meningkatkan mutu pendidikkan di PT. Pemberdayaan dosen ini tentu harus dimulai dengan stigma berfikir sebagai landasan logis bagi tenaga pengajar untuk dapat memberikan kontribusinya kepada lembaga pendidikan.<br />
<br />
Reorientasi pendidikan dimulai dari paradigma tenaga pengajar (dosen) yaitu : pertama, dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat. Kedua, dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, Ketiga, merubah citra hubungan dosen - mahasiswa yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, Keempat merubah orientasi dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, Kelima mengubah orientasi dari pola konvensional menuju pola pendekatan teknologi informasi dan budaya. Dan keenam, dari penampilan tenaga pengajar (dosen) yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja (partnershif kepada institusi/ bukan subordinatif dengan institusi pendidikan),<br />
<br />
Lembaga pendidikan dengan comparatif advantage yang dimilikinya dapat menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif, karenanya lembaga atau institusi pendidikan haruslah menyediakan dan menyelenggarakan suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dosen yang lebih selektif. <br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Optimalisasi Sumber Daya Dosen</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://ronawajah.wordpress.com/, 22 Maret 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Perencanaan strategis pengembangan dosen menurut penulis dari berbagai pembicaraan dengan berbagai perguruan tinggi terkemuka nasional tidak secara jelas dan gamblang dinyatakan. Pernyataannya memang ada seperti perlunya meningkatkan pengembangan sumber daya manusia baik dalam hal jumlah maupun mutu kualifikasi dosen, namun tidak dijabarkan lebih lanjut secara operasional karena permasalahan dana.<br />
<br />
Berikut adalah bentuk pengembangan mutu dosen yang terjadi di perguruan tinggi:<br />
<ol><li>Ketua jurusan/bagian memberikan rekomendasi pada yunior yang potensial dan penuh minat untuk studi lanjutan</li>
<li>Ketua jurusan/bagian memberikan kesempatan pada yuniornya kesempatan untuk studi lanjutan namun dengan sistem urut kacang. Senior didahulukan walaupun yang yuniornya lebih berpotensi dan berinisiatif.</li>
<li>Ketua jurusan/bagian mempersilahkan setiap dosen untuk studi lanjutan dengan cara apa saja, bahkan tidak studipun tidak apa-apa</li>
</ol>Disisi lain, data (2006) yang lumayan membuat kita miris dalam bersaing dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya ialah jumlah dosen berkualifikasi doktor di perguruan tinggi Indonesia hanya 15% dan kondisi ini juga timpang antara PT di Jawa dan di luar Jawa dan antar PTN dengan PTS. Sementara di negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Filifina jumlahnya mencapai 60%. Kalau semuanya serba belum siap khususnya dalam pengembangan sumberdaya dosen, bagaimana PT Indonesia mampu tampil tangguh?<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Strategi Pengembangan Organisasi PTS</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Dra. Ipong Dekawati, M.Pd</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://educare.e-fkipunla.net/, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Pengembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan organisasi berdasarkan persepektif waktu jangka panjang yang terdiri dari serangkaian penahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu, kelompok dan organisasi sebagai keseluruhan. Pengembanga organisasi dapat juga dikatakan aplikasi pendekatan kesisteman terhadap hubungan fungsional, struktural, teknikal, dan personal dalam organisasi.<br />
<br />
Pengembangan organisasi merupakan suatu perubahan organisasi, oleh karena itu Sondang P Siagian (1995:21) mengatakan bahwa persepsi tentang perlunya perubahan harus dirasakan karena hanya dalam kondisi demikianlah para anggota organisasi dapat diyakinkan bahwa dalam upaya mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi, diperlukan cara kerja baru, metode kerja baru, dan bahkan mungkin strategi dan visi yang baru.<br />
<br />
Pengembangan organisasi merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan di PTS. Hal ini karena mempunyai pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perguruan tinggi, khususnya pengembangan organisasi yang menyangkut persepektif keuangan, costumer, proses bisnis/jasa pendidikan, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorcard (BSC) sebagai alternatif pengembangan organisasi. Di dalam rangka pengembangan organisasi, PTS hendaknya mengoptimalkan layanan pendidikan dengan potensi sumber daya yang ada sesuai dengan tuntutan lingkungan internal dan eksternal.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Defining Teacher Empowerment</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Paula M. Short </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.questia.com/, 1994.</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong></div><br />
Berbagai permasalahan tentang kinerja pengajar dalam berbagai literatur berakar pada pengembangan dalam pengajaran dan sementara yang lain berakar pada struktur birokratis sekolah.<br />
Di Persekolahan Amerika, permasalahan yang terjadi pada pekerjaan pengajar guru atau dosen karena:<br />
<br />
1. Terisolasi/terpisah dari rekan-rekannya dalam pekerjaan<br />
2. Tidak terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan yng mempengaruhi pekerjaan mereka<br />
<br />
Karena itulah, empowerment atau pemberdayaan yang diartikan sebagai proses penggabungkan kompetensi dan kemampuan individu pada lingkunganya sehingga bisa memiliki kesempatan untuk memilih dan bebas dalam menampilkan kompetensinya (Zimmermen & Rapaport,1988) perlu dipupuk. Seorang individu yang berdaya memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam mengatasi permasalahan, sedangkan sekolah yang berdaya adalah organisasi yang mampu menciptakan kesempatan untuk pengembangan kompetensi.<br />
<br />
Dalam pengembangan organisasi, pengajar memiliki peran penting apalagi ditunjang dengan keterlibatan mereka dan kesempatan mereka ikut aktif dalam pengambilan keputusan dalam berbagai kegiatan organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Terdapat enam dimensi penting yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan yakni pelibatan dalam pengambilan keputusan, dampak dari pengajar pada yang lainnya, status pengajar, otonomi, kesempatan untuk pengembangan, dan penghargaan pada kinerja pengajar.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Fungsi SDM dan Kapasitas Menggerakan Perubahan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Uyung Sulaksana </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://omusu.blogspot.com/, 11 September 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Sebenarnya fungsi SDM bisa menata serangkaian proses yang didesain untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Namun alih-alih sebagai pendukung inovasi, fleksibilitas dan perubahan, fungsi SDM justru lebih sering dianggap tertinggal. <br />
<br />
Guna mendongkrak kelincahan, kecanggihan dan daya tanggap fungsi SDM, para profesional SDM sudah semestinya lebih berani mengambil risiko, bereksperimen dengan program-program baru, mencari gagasan dan pendekatan baru serta mengubah gagasan dengan cepat menjadi aksi. Dengan menggunakan survei diagnosa sederhana di bawah ini, departemen SDM akan mampu menilai kecepatannya dalam merespon perubahan pasar, sektor industri dan strategi perusahaan.<br />
<ul><li>Pertanyaan 1: Seberapa cepat perubahan di sektor industri Anda? Biasanya dengan skala 1 hingga 10, skor untuk item ini cukup tinggi. Kebanyakan profesional SDM telah menyadari bahwa konsumen, teknologi, regulasi, globalisasi dan faktor-faktor lingkungan eksternal lainnya berubah dengan cepat.</li>
<li>Pertanyaan 2: Seberapa cepat perubahan dalam strategi bisnis Anda? Dengan skala 1 hingga 10, item ini semestinya mendapat skor tinggi. Perusahaan menyusun strategi bisnis baru hampir sama cepatnya dengan perubahan lingkungan eksternal.</li>
<li>Pertanyaan 3: Seberapa cepat perubahan dalam praktik SDM di perusahaan Anda untuk mewujudkan strategi tersebut? Skor jawaban pertanyaan ini biasanya merosot drastis. Perubahan praktik-praktik SDM kerapkali berlangsung lebih lambat dari perubahan lingkungan dan strategi yang menjadi dasar lahirnya praktik tersebut. Ketika terjadi perubahan lingkungan dan strategi, SDM lambat meresponnya.</li>
</ul><br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Faculty Development for Institutional Change</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Sandra Laursen dan Bill Rocque</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.heldref.org, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Pengembangan Dosen memiliki peran penting dalam berbagai strtegi yang diambil oleh Leadership Education for Advancement and promotion (LEAP). Dosen sebagai kekuatan utama institusi mendorong semua elemen dalam institusi untuk lebih produktif.<br />
<br />
Hal yang bisa dilakukan fakultas diantaranya menyusun prioritas serta memikirkan bagaimana menjalankan program tanpa bergantung pada sumber biaya dari luar. Karena itulah perlu analisa mendalam pada kemampuan dan pemahaman dosen terhadap perubahan. Selain itu perlu juga menganalisa tantangan apa yang dihadapi di masa mendatang, apakah struktur dan kebijakan yang ada mendukung atau menghambat kinerja, dan pengaruh budaya pada perilaku dan optimisme. Dari proyek yang dilakukan ditemukan bahwa untuk lebih memaksimalkan perubahan pada institusi ini diperlukan interlinked strategies yang melibatkan kesempatan, sumber daya dan lingkungan yang memungkinkan semua pihak terlibat dan mendukung pada transformasi institusi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Identifikasi Faktor-faktor yang mendorong dan yang menghambat </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>restukturisasi organisasi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Reza Sofiyandi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://digilib.itb.ac.id, 2006</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Setiap organisasi selalu membutuhkan suatu perubahan, peiubahan tersebut sebagai reaksi terhadap perubahan dalam lingkungan organisasi tersebut. Perubahan organisasi mengacu kepada hal yang berkaitan dengan aktivitas pelaksanaan tugas di dalam suatu organisasi, sehingga menuju kepada suatu keadaan di dalam perusahaan tersebut yang dianggap lebih baik oleh pihak manajemen seiring dengan berjalannya waktu. Restrukturisasi organisasi adalah salah satu dari bentuk perubahan organisasi, seperti yang terjadi di PT INTI. Tentunya restrukturisasi akan menemui beberapa hal yang menjadi dorongan dan menjadi hambatan dalam pelaksanaannya, yang ingin diidentifikasi dalam tugas akhir ini. Penelitian ini menjadi penting karena sumber kegagalan dalam suatu perubahan organisasi (restrukturisasi organisasi) biasanya karena agen perubahan tidak dapat dengan jelas menemukenali apa yang menjadi faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penghambatnya, sehingga akan menemui kesulitan dalam memanajemeni kedua faktor tersebut. <br />
<br />
Identifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat restrukturisasi organisasi di PT INTI pada dasarnya merupakan suatu kajian yang mengupas tentang 4 langkah analisis medan lapangan yang di temukan oleh Kurt Lewin dan Judith R Gordon yaitu meliputi : Identifikasi faktor pendorong, Identifikasi faktor penghambat, Pengelolaan kekuatan pendorong dan perumusan strategi untuk mengatasi kekuatan penghambat. <br />
<br />
<div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Change Management (Belajar dari Obama)</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Riri Satria, S. Kom, MM.</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://indosdm.com, 17 November 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Obama adalah seorang orator yang ulung, dan memang sudah terlihat sejak awal-awal kampanye. Memang, salah satu fungsi pemimpin adalah mampu menggelorakan rasa optimis. All things are possible ! Yes, we can !<br />
<br />
Dia secara jujur mengakui, dalam perubahan, mungkin saja ada kemunduran sesaat (setback). Tetapi Obama mengatakan, walaupun begitu, dia akan tetap mendengarkan suara rakyat, terutama saat terjadi ketidaksepahaman. Memang, manajemen perubahan tidak mudah, perlu sedikit “kemunduran sesaat” untuk mencapai kemajuan yang jauh lebih besar. “There are many who won’t agree with every decision or policy I make as president, and we know that government can’t solve every problem. But I will always be honest with you about the challenges we face.”<br />
<br />
Pada tahap awal, AS mungkin sudah berubah, secara simbolis atau artefak, Obama yang berkulit hitam terpilih sebagai Presiden AS. Ini sebuah perubahan. Tetapi Obama mengatakan, perubahan besar harus dikerjakan segera setelah ini …<br />
Obama juga sangat tegas. Siapa pun di dunia yang merusak perdamaian dunia, “we will defeat you !” kata Obama. Siapa yang menumbuhkan perdamaian dunia, “we will support you !”. Ketegasan juga adalah sikap yang mutlak dipunyai seorang pemimpin …<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Perubahan dan Pengembangan Organisasi</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : N/A</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www. Gunadarma.ac.id, 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam masyarakat juga mengalami perubahan, karena organisasi juga harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Organisasi mengalami perubahan karena organisasi selalu menghadapi berbagai macam tantangan.<br />
<br />
Pengembangan organisasi mempunyai dua arti, yaitu pengembangan organisasi sebagai fungsi administrasi dan pengembangan organisasi sebagai fungsi spesialis atau sebagai suatu teknik manajemen<br />
<br />
Pada dasarnya pengembangan organisasi merupakan usaha yang dilakukan secara berencana, terus menerus meliputi organisasi secara keseluruhan untuk meningkatkan evektifitas dan kesehatan organisasi dengan menerapkan azas-azas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : What is Organizational Development?</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Carter McNamara MBA, PhD </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://www.authenticityconsulting.com/, 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Seorang pelaku pengembangan organisasi ibarat seorang ahli kesehatan pada tubuh manusia. Pelaku mendiagnosa atau berusaha menemukan priritas yang paling penting dalam menangani sebuah organisasi; membuat rencana manajemen perubahan dan kemudian memimpin organisasi untuk melakukan perubahan yang diperlukan.<br />
<br />
Dalam definisi lama, pengembangan organisasi diartikan upaya yang direncanakan oleh organisasi dan dikelola dari atas dalam rangka meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui serangkaian intervensi dalam proses organisasi dengan menggunakan pengetahuan ilmu perilaku. (Beckhard, 1969). Sedangkan dalam definisi baru pengembangan organisasi diartikan sebagai upaya mempengaruhi anggota organisasi agar memiliki kesepahaman dalam memandang organisasi dan memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam tindakannya sebagai anggota organisasi. (Neilsen, 1984).<br />
<br />
Dalam definisi baru tersebut diasumsikan seorang individu akan menemukan cara baru dalam bekerja sama agar lebih efektif dalam mencapai tujuan baik itu pribadi maupun organisasi.<br />
<br />
Definisi lain Pengembangan organisasi dianggap sebagai tubuh dari pengetahuan dan praktek yang bisa meningkatkan kinerja organisasi dan pengembangan individu yang memandang organisasi sebagai sistem yang kompleks dari sebuah sistem yang lebih besar. (Matt Minahan). Sedangkan Cummings dan Worley (1997) menyatakan bahwa Pengembangan Organisasi merupakan penerapan sistem yang luas dari pengetahuan ilmu perilaku pada pengembangan yang direncanakan dan penerapan strategi, struktur, serta proses organisasi dalam meningkatkan efektifitas organisasi.<br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Siapakah Change Champion atau Change Agent</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Uyung Sulaksana </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://omusu.blogspot.com/, 17 September 2008</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
Orang berbeda-beda dalam kecepatan mengadopsi ide-ide baru. Mereka adalah para inovator, early adopter hingga laggard. Konsep ini bisa kita manfaatkan untuk mengenali siapa-siapa yang hendak kita tunjuk dan manfaatkan sebagai change agent atau malah change champion.<br />
<br />
Konsep Amabile tentang unsur-unsur kreatifitas individu (contohnya pengetahuan dan ketrampilan produk dan teknis, gaya kognitif, gaya kerja, sikap dan motivasi) yang timbul dari kemampuan kognitif, ketrampilan perseptual dan motorik, pendidikan, pelatihan, pengalaman mengembangkan ide baru, kemampuan meminimalisir kendala eksternal, memungkinkan kita untuk mengidentifikasi ‘change champion’ dan ‘agen perubahan’.<br />
<br />
Change champion cenderung bersifat berani mengambil resiko, berorientasi kuat pada prestasi, dengan kemampuan untuk mengabaikan atau setidaknya mampu menangani kendala hingga terbentuk gagasan melalui proses percobaan awal. Menurut Amabile, gaya kognitif-perseptual yang sesuai mencakup faktor-faktor di bawah ini:<br />
• Kemampuan menghancurkan mind-set lama.<br />
• Kemampuan mempertahankan opsi-opsi untuk waktu yang lama.<br />
• Kemampuan menangguhkan judgement orang. <br />
<br />
<div></div><div style="text-align: center;"><strong>Judul Artikel : Peningkatan Mutu SDM Pendidikan</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Penulis : Widiyanto </strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Sumber : http://staff.blog.unnes.ac.id/, 25 Februari 2009</strong></div><div style="text-align: center;"><strong>Isi Artikel :</strong> </div><br />
<div></div>Menteri Pendidikan Nasional 2004 menyatakan bahwa hasil studi Internatonal Institute for Management Development (IIMD, 2001) bahwa indeks kompetisi manusia (SDM) Indonesia mendudukkan Indonesia di peringkat ke-49 dari 49 negara. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia bermuara pada lembaga pendidikan sebagai satu lembaga yang memproduksi ketrampilan dan kemampuan sumber daya manusia.<br />
Memang perkara kualitas dalam pendidikan merupakan salah satu isu utama diantara masalah – masalah pokok seperti yang ditegaskan oleh Tilaar (1991) dalam Achmad Munib (2007) menyatakan bahwa dunia pendidikan kita mengalami 5 krisis pokok yaitu : (1) kualitas; (2) relevansi; (3) elitisme; (4) manajemen; (5) pemerataan pendidikan.<br />
Menurut Prof. Mantja (2008) jika lembaga pendidikan dianalogkan sebagai perusahaan maka SDM dapat dilihat kelembagaannya, operasionalnya dan outputnya harus memiliki karakter manusiawi, karena outputnya manusia maka pendidikan menurut Tilaar (2007) outputnya sebagai investasi SDM yang mana harus memiliki karakter :<br />
a. Manusia yang berwatak<br />
b. Seorang yang pintar atau inteligen<br />
c. Entrepreneur (wiraswasta), dan<br />
d. Watak yang kompetetif<br />
Dalam membentuk output yang memiliki karakteristik di atas maka Prof. Mantja(2008) harus memperhatikan berbagai hal yang menjadi pusat SDM pendidikan seperti Staf instrusional (guru), Fleksibilitas, penyesuaian staf, Kompetensi fungsional, Keterlibatan kooperatif, Menemukan sdm (ijazah?), Pola pengaruh dan pola pengawasan.Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-76460989300274026212011-08-20T16:00:00.000-07:002011-08-20T16:25:35.137-07:00Proses Manajemen PerubahanUntuk bisa mewujudkan perubahan yang efektif ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan faktor penting berikut ini, yakni<br />
<ol><li>Perubahan kecil mempengaruhi organisasi secara keseluruhan</li>
<li>Perubahan yang efektif perlu didukung oleh para manajemen puncak</li>
<li>Manajemen perubahan memerlukan pendekatan yang multidisplin.</li>
<li>Manajemen perubahan identik dengan manajemen orang karenanya perlu dikembangkan nilai-nilai keterbukaan, komunikasi, dan keterlibatan</li>
<li>Menentukan tujuan yang memiliki kemungkinan keberhasilan</li>
<li>Perubahan merupakan proses yang tidak pernah selesai dan karenanya perlu pengelolaan yang <a name='more'></a>baik mulai dari identifikasi pemicu perubahan, pengkomunikasian perubahan pada semua anggota organisasi, penentuan gambaran masa depan yang diinginkan, serta mengarahkan orang ke dalam upaya perubahan tersebut.</li>
<li>Perubahan yang efektif memerlukan agen perubahan yang berkompeten, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan.</li>
<li>Tidak ada satu carapun yang bisa berhasil tanpa bantuan cara lain dalam melaksanakan perubahan</li>
<li>Perubahan merupakan tantangan dan peluang untuk lebih berkembang</li>
</ol><div style="text-align: right;">(McCalman dan Patton, 1992:215)</div><br />
Selain itu dalam proses awal perencanaan perubahan perlu dilakukan perencanaan yang baik sehingga perubahan yang dilakukan bukanlah sekedar sikap atau reaksi yang muncul karena ada perubahan yang muncul dari luar organisasi. Ada beberapa pertanyaan yang dapat menjadi acuan dalam perencanaan perubahan menurut Cook dan Hunsaker (Winardi, 2008:86) yakni:<br />
<ol><li>Apa yang sesungguhnya ingin kita capai, apakah tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kita?</li>
<li>Mengapa? Bagaimana celah-celah kinerja (performance gap) kita di masa lampau?</li>
<li>Siapa saja akan menjadi agen-agen perubahan yang bertanggungjawab untuk menimbulkan perubahan yang dimaksud?</li>
<li>Bagaimana rencana kita untuk menimbulkan perubahan tersebut? Target apa sajakah yang ingin kita ubah dan proses macam apa yang perlu kita terapkan guna menerapkan kegiatan perubahan tersebut?</li>
<li>Dampak-dampak keorganisasian macam apa yang akan kita antisipasi dari perubahan tersebut.</li>
</ol><br />
Dalam manajemen perubahan ada langkah-langkah kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mendapatkan perubahan yang efektif. Misalnya pendapat yang dikemukakan oleh Lippit, Watson dan Westley (McCalman dan Paton, 1992:129) yang menyatakan ada lima langkah yang dapat dilakukan yaitu:<br />
<br />
<ul><li>Recognition; adanya kesadaran para pimpinan akan perlunya perubahan dalam organisasi</li>
<li>Establishment; menciptakan perubahan dan membina hubungan baik antara pimpinan dan staf yang terlibat dalam perubahan</li>
<li>Movement; melakukan perubahan menuju perubahan yang diinginkan oleh organisasi dan para anggotanya</li>
<li>Stabilizing; menerapkan perubahan dalam organisasi</li>
<li>Allowing; melanjutkan perubahan yang berhasil.</li>
</ul><br />
Pendapat lain dari menurut Raymond J. Stone seorang konsultan SDM dalam bukunya Human Resources Management (1998), ada sejumlah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengelola perubahan, seperti berikut ini :<br />
<br />
<ul><li>Menetapkan kebutuhan untuk melakukan perubahan; untuk memastikan bahwa perubahan yang akan digulirkan benar benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata yang ingin dicapai organisasi</li>
<li>Mengenali hal-hal potensial yang dapat menghambat proses perubahan</li>
<li>Melaksanakan perubahan</li>
<li>Mengevaluasi perubahan</li>
</ul><br />
Sementara menurut Prosci (Winardi, 2008:110) ada lima langkah dalam manajemen perubahan yang terkenal dengan model Adkar, yaitu:<br />
<ul><li>Kesadaran tentang adanya kebutuhan untuk berubah (Awareness of the need for change)</li>
<li>Kesadaran untuk berpartisipasi dan membantu perubahan tersebut (Desire to participate and support the change)</li>
<li>Pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan perubahan dan bagaimana bentuk perubahan tersebut (Knowledge of how to change and what the change looks like)</li>
<li>Kemampuan untuk mengimplementasikan perubahan tersebut dalam kegiatan harian (Ability to implement the change on a day to day basis)</li>
<li>Perkuatan agar perubahan tersebut tetap berlangsung (Reinforcement to keep the change in place)</li>
</ul><br />
Ketiga pendapat mengenai langkah-langkah pengelolaan atau manajemen perubahan tersebut diatas memiliki banyak kesamaan karena pada dasarnya mengacu pada proses yang dilakukan dalam manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Juga mengacu pada proses perubahan yang pertama kali diperkenalkan oleh Lewin (Wibowo, 2006: 77) yang meliputi:<br />
<br />
<ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.web-books.com/eLibrary/Books/B0/B58/IMG/fwk-carpenter-fig07_013.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="142" qaa="true" src="http://www.web-books.com/eLibrary/Books/B0/B58/IMG/fwk-carpenter-fig07_013.jpg" width="320" /></a></div><li>Unfreezing (pencairan), merupakan tahapan untuk menumbuhkan motivasi melakukan perubahan sehingga keengganan individual yang muncul pada perubahan dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan,</li>
<li> Changing atau Moving (berubah atau bergerak); merupakan tahapan pembelajaran dimana informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu diciptakan secara berkelanjutan,</li>
<li>Refreezing (pembekuan kembali); merupakan tahapan dimana perubahan yang terjadi distabilkan dan diintegrasikan kedalam perilaku dan sikap yang telah berubah.</li>
</ul><br />
<div></div>DAFTAR PUSTAKA<br />
<div style="text-align: justify;">McCalman, James dan Patton, Robert A. (1992). Change Management: A Guide to Effective Implementation. London: Paul Chapman Publishing Ltd.</div><div style="text-align: justify;">Wibowo. (2006). Managing Change: Pengantar Manajemen Perubahan. Bandung: Alfabeta.</div><div style="text-align: justify;">Winardi, J. (2006). Manajemen Perubahan(Management of Change). Jakarta: Kencana.</div>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-77682678964034229992011-08-18T16:44:00.000-07:002011-08-18T16:48:20.190-07:00Resistansi/Penolakan Pada Perubahan<div style="text-align: justify;">Perubahan pada dasarnya diupayakan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik. Namun pada kenyataannya tidak setiap perubahan akan mendapat dukungan. Ketidaksetujuan atau bahkan pertentangan yang dilandasi oleh berbagai alasan mengharuskan kereka yang berjuang untuk perubahan perlu memahami hal yang berkenaan dengan persepsi dan keyakinan. Sehubungan dengan hal tersebut, Wilfried Kruger (2009) menyarankan hendaknya perubahan senantiasa dikaitkan dengan pengelolaan persepsi dan keyakinan (Management of Perception and Beliefs) dan Pengelolaan .... <a name='more'></a>Kekuasaan dan Politik (Power and Politics Management) mengingat reaksi orang terhadap perubahan berbeda-beda. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berikut adalah pengelompokan reaksi dan bagaimana cara mengatasinya menurut Kruger:</div><ol><li><div style="text-align: justify;">Opponent; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan. Golongan ini perlu dikendalikan dengan Management of Perception and Belief</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Promoter; memiliki sikap dan perilaku positif pada perubahan. Mereka mendapat keuntungan dari perubahan dan pasti akan mendukung perubahan tersebut.</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Hidden Opponents; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan namun seolah-olah mendukung perubahan tersebut (Opportunist). Golongan ini perlu dikendalikan dengan Management of Perception and Belief dengan Issue Management</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Potential Promoter; memiliki sikap positif pada perubahan namun belum terlalu yakin. Golongan ini perlu dikendalikan dengan Power and Politics Management.</div></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Antisipasi terhadap kelompok yang agak negatif terhadap perubahan perlu juga menjadi bahan pertimbangan terutama berkaitan dengan alasan penolakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan penolakan tersebut. Kegagalan dalam hal ini akan mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan ke arah yang diinginkan. Penolakan atau penentangan pada perubahan pada dasarnya berasal dari individu atau organisasi itu sendiri. Berikut adalah alasan penolakan terhadap perubahan seperti yang diungkapkan oleh Robbins (2000) dan Kreitner & Kinicki (2001) berikut ini :</div><ul><li><div style="text-align: justify;">Kebiasaan</div></li>
</ul><blockquote>Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan ini akan lebih mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya yang sudah cukup kompleks. Saat dihadapkan pada perubahan, maka manusia akan cenderung untuk enggan melakukan penyesuaian atas kebiasaan yang selama ini ia lakukan </blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tidak diinginkan</div></li>
</ul><blockquote>Perubahan tak jarang menimbulkan ketidak-pastian, karena perubahan membuat seseorang bergerak dari suatu situasi yang ia ketahui menuju pada situasi yang tidak diketahuinya. Akibatnya orang yang bersangkutan akan merasa takut bahwa dampak perubahan akan merugikan dirinya. </blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Faktor-faktor ekonomi</div></li>
</ul><blockquote>Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak sesuai harapan, meningkatnya ongkos angkutan, merupakan faktor-faktor ekonomi yang dapat menjadi penyebab munculnya resistensi terhadap perubahan. Bila perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat.</blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja</div></li>
</ul><blockquote>Seorang manajer yang membangun hubungan kerja dengan bawahannya atas dasar ketidak-percayaan, akan lebih mungkin menghadapi resistensi dari bawahannya bila ia menggulirkan perubahan. Sementara seorang manajer yang mempercayaai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipatif. Di sisi lain, bawahan yang dipercaya oleh atasannya akan mungkin untuk melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan. Hal ini terjadi karena tumbuhnya kepercayaan/ketidak-percayaan dalam hubungan kerja bersifat timbal balik. </blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Takut mengalami kegagalan</div></li>
</ul><blockquote>Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan karyawan, akan dapat dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Keraguan ini lambat laun akan mengkikis kepercayaan dirinya dan melumpuhkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya.</blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Hilangnya status atau keamanan kerja</div></li>
</ul><blockquote>Pemanfaatan teknologi atau sistim administrasi yang baru di dalam dunia kerja, pada satu sisi dapat mempercepat proses kerja. Namun pada sisi lainnya akan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah pekerjaan. Dampak inilah yang dikawatirkan oleh para karyawan bila terjadi perubahan. Buat sebagian besar karyawan hilangnya pekerjaan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan juga hilangnya penghasilan. Untuk alasan inilah maka, para karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan </blockquote><ul><li><div style="text-align: justify;">Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan</div></li>
</ul><blockquote>Seseorang akan melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan memperkirakan atau melihat bahwa dirinya tidak akan mendapatkan manfaat bila melakukan perubahan.</blockquote><div style="text-align: justify;">Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan tersebut diatas, lebih lanjut Kotter dan Schlesinger (Supardi dan Anwar, 2004:122) menganjurkan enam cara berikut ini:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ol><li><div style="text-align: justify;">Pendidikan dan komunikasi yang dilakukan guna menginformasikan perubahan-perubahan yang direncanakan</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Partisipasi dan keterlibatan dalam perancangan perubahan supaya memiliki rasa tanggung jawab dalam pelaksanaannya.</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Kemudahan dan dukungan yang diberikan pimpinan pada semua pihak yang terkait dengan perubahan</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Negosiasi dan persetujuan; melakukan berbagai pertukaran atau persetujuan yang saling menguntungkan dengan para penolak potensial</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Manipulasi dan “kerja sama”; menjauhkan atau” bekerja sama” dengan para penentang perubahan agar lebih kooperatif terhadap perubahan</div></li>
<li><div style="text-align: justify;">Paksaan dengan pemberian sangsi pemecatan atau pemindahan dan penundaan promosi pada setiap penentang perubahan. </div></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Semua jenis perubahan termasuk unsur yang hendak diubah dalam organisasi, sumberdaya manusia yang terlibat didalamnya, serta kemungkinan penolakan yang muncul dari perubahan jika tidak dikelola dengan baik maka perubahan hanya akan menghamburkan tenaga dan biaya dan tidak membawa organisasi secara keseluruhan pada situasi yang lebih baik dan berkualitas. Oleh karena itu manajemen of change merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya pengembangan organisasi yang efektif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Referensi:</em></strong></div><div style="text-align: justify;"></div><div> </div><div style="text-align: justify;">Supardi, dan Anwar, Syaiful. (2002). Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Jogjakarta: UII Press.</div><div style="text-align: justify;">Kruger, Wilfried. (2009). Change Management Iceberg. <a href =http://www.12manage.com>http://www.12manage.com<a/><br />
Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-55434570153145637442011-08-16T17:16:00.000-07:002011-08-16T17:21:21.383-07:00Perubahan Organisasi<div style="text-align: left;"><strong><u>a. Pengertian Perubahan Organisasi</u></strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perubahan pada dasarnya melakukan segala sesuatu secara berbeda. Jeff Davidson (2005) menjelaskan bahwa perubahan merujuk pada sebuah terjadinya sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan. Rumusan perubahan yang diungkapkan oleh Davidson tersebut, bahwa perubahan organisasi bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan organisasi. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perubahan tersebut diatas perlu dikelola dengan system yang tepat dalam sebuah pengelolaan perubahan atau dikenal dengan management of change. Manajemen perubahan sebagaimana diungkapkan oleh <a name='more'></a>Potts dan LaMarsh dan dianut Wibowo (2006:37) adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut. Manajemen perubahan dimaksudkan untuk memberikan solusi bisnis yang diperlukan dengan sukses dengan cara terorganisir dan dengan metode melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat didalamnya. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada dua pendekatan pengelolaan terhadap perubahan organisasi, yang pertama perubahan yang bersifat reaktif, dilakukan setelah masalah terjadi. Dalam reaksi pertama ini, biasanya manajemen bereaksi atas perubahan yang sudah terjadi dengan cara melakukan berbagai upaya penyesuaian pada sistem kerja atau pada orang yang terkena dampak perubahan tersebut. Pada tipe kedua, perubahan proaktif dilakukan sebelum masalah terjadi. Dalam tipe ini, manajemen mengembangkan suatu program perubahan yang direncanakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan organisasi. Lebih lanjut, Winardi (2008:87) menyatakan bahwa perubahan yang direncanakan ini berupaya untuk mewujudkan dua hal, pertama ditujukan untuk memperbaiki kemampuan organisasi dalam menghadapi perubahan-perubahan yang timbul dan tidak direncanakan sebelumnya dan sedang dihadapi oleh organisasi. Efektifitas pengumpulan informasi dan fleksibilitas organisasi perlu dikembangkan untuk memahami perubahan yang sedang terjadi sehingga dapat mengambil sikap yang tepat dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Kedua, perubahan yang direncanakan ini ditujukan untuk mengubah perilaku para karyawan agar bias menjadi contributor yang lebih efektif. Pengembangan sikap, nilai, serta cara-cara baru dalam pelaksanaan kerja menjadi agenda kegiatan dalam perubahan ini. Selain itu perbaikan peran serta pelatihan diberikan guna meningkatkan efektifitas dan produktifitas hubungan antara pribadi ataupun kelompok dalam organisasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa perubahan perlu dibarengi dengan proses pengelolaan yang dilakukan secara sistematis mulai dari perencanaan, pengaturan, pengarahan, hingga pengendalian terhadap segala hal atau upaya perubahan baik yang bersifat reaktif maupun proaktif dalam upaya untuk meningkatkan efektifitas organisasi secara keseluruhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong><u>b. Tujuan Perubahan Organisasi</u></strong></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana dinyatakan sebelumnya bahwa salah satu yang tidak berubah dalam sebuah organisasi adalah perubahan itu sendiri. Perubahan menurut Winardi (2008:1) selalu mengandung makna beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menuju kepada keadaan setelahnya (the after condition). Proses beralihnya keadaan atau transisi dari kondisi awal ke kondisi yang diharapkan memerlukan proses transformasi yang tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan karena munculnya konflik atau penolakan atas perubahan tersebut. Oleh karena itu, manajemen atau pengelolaan perubahan merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi dalam rangka mengupayakan agar proses transformasi yang berlangsung bias berjalan dalam waktu yang relative cepat, dengan kesulitan-kesulitan seminimal mungkin dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan kata lain, pengelolaan perubahan atau yang biasa disebut management of change diperlukan dalam kaitannya dengan kegiatan untuk mengantisipasi dan memperkuat faktor-faktor yang menimbulkan adanya perubahan, mengantisipasi penolakan terhadap perubahan dan cara mengatasinya, serta proses atau pendekatan yang bisa dilakukan dalam mengoptimalkan dampak dari perubahan ke arah yang diinginkan oleh organisasi atau yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;">Dalam proses pengelolaan perubahan, pertimbangan mengenai unsur-unsur organisasi yang akan diubah perlu dilakukan sebagaimana yang diungkapkan oleh Certo (Winardi, 2008:85). Berikut adalah beberapa pendekatan perubahan menurut Leavit (Indrawijaya, 1989:65) berkaitan dengan unsur organisasi yang menjadi target perubahan, yakni:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Perubahan Struktural</div><div style="text-align: justify;">Perubahan dilakukan secara deduktif dengan menganalisa tugas dan tujuan untuk kemudian dirumuskan dalam bentuk struktur organisasi dan manajemen yang dianggap sesuai dan tepat untuk melaksanakannya. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya memodifikasi dan mengatur kembali berbagai sistem internal seperti hubungan tanggung jawab dan wewenang, system komunikasi, aliran kerja, ukuran dan komposisi kelompok kerja , atau hirarki manajerial.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Teknologis</div><div style="text-align: justify;">Perubahan dilakukan dengan melakukan modifikasi pada factor-faktor pendukung teknologi yang dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas kerja misalnya penetapan sistem informasi manajemen dan akademik, teknik-teknik penelitian, metode dan prosedur pelaksanaan kerja, digitalisasi dan komputerisasi. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Manusia </div><div style="text-align: justify;">Perubahan dilakukan dengan memodifikasi perilaku manusia yang ada dalam organisasi. Tugas, struktur, dan teknologi akan berjalan kalau unsure manusia sebagai pelaku dan penerima perubahan memiliki perilaku yang diharapkan. Berbagai upaya perubahan perilaku manusia dapat dilakukan misalnya melalui kebijaksanaan prosedur penarikan, seleksi dan rotasi pegawai, kegiatan pelatihan dan pengembangan, peningkatan keterampilan kepemimpinan dan komunikasi manajerial, serta pemberdayaan pegawai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Referensi:</em></strong></div><div style="text-align: justify;">Davidson, Jeff. (2005). <em>Change Management, The Complete Ideal’s Guides</em>, Jakarta : Prenada.</div><div style="text-align: justify;">Indrawidjaja, Adam I. (1989). <em>Perubahan dan Pengembangan Organisasi</em>. Bandung: Sinar Baru.</div><div style="text-align: justify;">Supardi, dan Anwar, Syaiful. (2002). <em>Dasar-dasar Perilaku Organisasi</em>. Jogjakarta: UII Press.</div><div style="text-align: justify;">Wibowo. (2006). <em>Managing Change: Pengantar Manajemen Perubahan</em>. Bandung: Alfabeta.</div><div style="text-align: justify;">Winardi, J. (2006). <em>Manajemen Perubahan (Management of Change).</em> Jakarta: Kencana.</div>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-26307034557369269982011-08-13T10:31:00.001-07:002011-08-13T16:41:45.645-07:00Anomi<div style="text-align: right;">Anomi (1) kurang tujuan, identitas, atau nilai pada seseorang atau masyarakat –kekacauan, tidak acuh, atau ketidakmenentuan. (2) tidak memiliki norma –kondisi mayarakat yang ditandai dengan adanya pelanggaran norma yang mengatur prilaku orang dan menata masyarakat. (3) ketidaktentraman, keterasingan, dan ketidakpastian yang muncul dari kurangnya tujuan atau cita-cita.</div><br />
<strong>Apakah Anomi?</strong><br />
<div style="text-align: justify;">Anomi berarti keterasingan yang diakibatkan karena individu atau kelompok tidak memiliki nilai dan norma. Keterasingan ini terjadi karena Individu tidak merasa menyatu dengan limgkungan dimana dia berada (rumah atau tempat kerjanya). Selama individu tersebut tidak memiliki dasar nilai atau keyakinan dan norma yang kuat, maka anomipun akan tetap ada. Bila anomi sudah masuk dalam organisasi, anomi bisa melemahkan ikatan dan tali sosial yang biasa menyatukan para pekerja dalam organisasi. Begitu pula bila anomi masuk dalam <a name='more'></a>lingkungan keluarga maka hubungan antar elemen dalam rumah tanggapun akan melemah dan dapat menyebabkan perceraian dan perpecahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekarang ini, pengetahuan akan pentingnya nilai terus meningkat, namun masyarakat masih tetap belum bisa mewujudkannya; tidak ada langkah yang diambil dalam memulai dan memunculkan proses pengambilan nilai.</div><div style="text-align: justify;">Apakah anomi benar-benar ada?</div><div style="text-align: justify;">Mungkin tempat kerja anda dipenuhi dengan orang-orang yang mengerjakan tugasnya dengan kurang semangat, atau kreatifitas. Hal ini terjadi karena tidak adanya kepastian atau kurangnya keyakinan atas pekerjaan dan organisasnya. Arti dan kepuasan diri pada pekerjaannya hilang, mereka merasa terasing, tertinggal, dan terlepas dari rekan dan organisasinya. Walaupun teknik-teknik manajemen yang baru mulai diterapkan misalnya total quality management, reengineering, dsb, namun kesemuanya belumlah efektif karena hal yang mendasar dalam organisasi yakni struktur nilai dan norma hilang, dilanggar, atau melemah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andapun bisa bertanya pada diri and sendiri, apakah anda memiliki sikap professional pada pekerjaan? Apakah anda ikut serta dalam pengambilan keputusan? Apakah anda merasa memberikan kontribusi yang berarti untuk pertumbuhan organisasi? Apakah kepercayaan diri dan penghargaan diri anda bertambah dengan lingkungan kerja anda? Apakah anda merasa dihirmati oleh para pekerja yang lain dan oleh para manajer? Apakah pekerjaan anda memberikan kepuasan dan nilai pada anda? Apakah orang lain dalam organisasi anda peduli dengan kebutuhan, nilai, dan aspirasi anda? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas seringkali membuat anda bingung, banyak orang biasanya menjawab tidak untuk pertanyaan tersebut diatas. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan norma dan nilai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlu diketahui, kurangnya nilai dan norma menghancurkan setiap bentuk organisasi, tidak hanya perusahaan-perusahaan besar yang terpengaruh tapi juga perusahaan kecil, biro hokum, toko retail, dinas kepemerintahan, sekolah, atau bahkan restoran. Karenanya, perlu adanya perubahan mendasar di tempat kerja kita baik dalam prinsip ataupun dalam praktek. Masalahnya tidak bersifat eksternal, namun internal. “Jiwa dan ruh” hampir semua organisasi hilang; norma dan nilai yang bisa mengembangkan dan menuntun individu serta organisasi tidak lagi terlihat. Pemecahannya tidaklah gampang, norma dan nilai menghilang dari organisasi lewat proses waktu, begitu pula untuk mengembalikannya perlu juga waktu. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apakah organisasi anda memiliki anomi?</div><div style="text-align: justify;">Untuk mengetahui apakah anomi ada pada organisasi anda, jawablah quiz berikut:</div><a href="http://www.scribd.com/doc/62229984/Apakah-Organisasi-Anda-Memiliki-Anomi" style="-x-system-font: none; display: block; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 14px Helvetica, Arial, Sans-serif; margin: 12px auto 6px; text-decoration: underline;" title="View Apakah Organisasi Anda Memiliki Anomi on Scribd">Apakah Organisasi Anda Memiliki Anomi</a> <iframe class="scribd_iframe_embed" data-aspect-ratio="0.706697459584296" data-auto-height="true" frameborder="0" height="600" id="doc_44374" scrolling="no" src="http://www.scribd.com/embeds/62229984/content?start_page=1&view_mode=list&access_key=key-1tv2ekamp4x7vhxeb4gj" width="100%"></iframe><br />
<script type="text/javascript">
(function() { var scribd = document.createElement("script"); scribd.type = "text/javascript"; scribd.async = true; scribd.src = "http://www.scribd.com/javascripts/embed_code/inject.js"; var s = document.getElementsByTagName("script")[0]; s.parentNode.insertBefore(scribd, s); })();
</script><div style="text-align: justify;">Bila anda sudah bisa mengindikasikan adanya anomi pada organisasi anda, karena sifatnya yang menular maka anda harus segera menanganinya dengan memberikan motivasi dan memberdayakan asset berharga yakni sumber daya manusia. Mereka harus dilibatkan dalam pembentukan nilai dan norma dalam setiap aspek pekerjaan. Pemimpin harus terbuka, jujur, dan responsive atas segal hal yang terjadi sehingga bisa menciptakan lingkungan yang mampu mendorong para karyawan untuk berkembang, berprestasi dan memiliki kepercayaan. Walaupun terlalu naïf dengan mengatakan bahwa nilai dan norma bisa memecahkan permasalahan sosial ini, namun paling tidak kita sudah mulai dengan permasalahan yang mendasar yakni kurangnya nilai dalam penerapan program, reformasi, hukum, serta kebijakan. Dan sekarang saatnya kita bangun dan sadar bahwa anomi lambat laun bisa menjadi penyebab hancurnya perusahaan-perusahaan atau organisasi anda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kita harus mengembalikan norma dan nilai pada organisasi dengan cara melibatkan semua karyawan dalam pengembangan serangkaian nilai yang mereka yakini dan norma yang bisa membimbing perilaku mereka. Nilai-nilai yang bisa kita tumbuhkan misalnya kepedulian pada orang lain, perhatian, pertimbangan, kebaikan, dan penghargaan pada orang lain. Sedangkan norma yang bisa dikembangkan di tempat kerja misalnya dengan mendorong individu berkembang, bukan mengeksploitasinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam menghambat laju anomi, para pemimpin organisasi perlu menjalankan lima norma dalam mengembangkan pola pikir berbasis nilai, yaitu:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>1. Menjadikan tempat kerja yang plural</strong></div><div style="text-align: justify;">Organisasi harus mendorong dan menghargai adanya perbedaan pada orang misalnya pada usia, jenis kelamin, etnik, agama, latarbelakang sosial, kepribadian, tingkat kecerdasan, politik, ras, dsb. Perbedaan harus dihargai bukan dihakimi atau dibeda-bedakan sebagaimana yang disampaikan John Gardner, professor dari Harvard, yang meyakini bahwa setiap orang potensial memiliki enam dari bentuk-bentuk kecerdasan yaitu kecerdasan berbahasa, logis, music, spatial, kinestetik, interpersonal dan intrapersonal. Ini berarti para karyawan dalam organisasi memiliki bentuk kecerdasan yang berbeda-beda, tidak ada satu yang lebih baik dari yang lain. Perbedaan ini harus dijadikan sebagai keunggulan dan kepemimpinan harus mengakomodasi perbedaan ini untu memaksimalkan efektifitas dalam berorganisasi. Dalam situasi ini masing-masing karyawan merasa dianggap penting dalam organisasi sehingga para pemimpinpun bisa terbantu dalam menangani anomi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>2. Berperan sebagai pendorong (advocate)untuk para karyawan</strong></div><div style="text-align: justify;">Seorang pemimpin perlu memiliki pola pikir untuk melayani karyawan bukan karyawan yang melayani pemimpin organisasi. Langkah ini sangat penting dalam menghilangkan anomi dari organisasi. Dalam hal ini para pemimipin harus mengubah pola pikirnya untuk bisa memahami peran barunya dalam membantu dan mendorong karyawan sebisa mungkin. Advocate diartikan sebagai orang yang mempertanyakan penyebab, penyokong atau pembela, atau seseorang yang bersumpah atas nama orang lain. Dengan kata lain pemimpin harus bisa membantu karyawan untuk memunculkan potensi, menambah dan mengembangkan kecerdasannya, menentukan peran yang paling efektif, menjadikan pekerjaan memiliki arti, dan menerapkan norma dan nilai yang telah disepakati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>3. Menjadi guru yang sokratis</strong></div><div style="text-align: justify;">Agar bisa menciptakan lingkungan kerja yang penuh pembelajaran, para pemimpin harus menjadi guru, tepatnya guru yang sokratis. Caranya yaitu dengan mendorong karyawan menerapkan keterampilan, pemahaman, pengalaman sebelumnya dan kecerdasannya untuk menangani maslah mencari solusi dan melakukan tindakan-tindakan tertentu. Intinya pemimpin berperan membantu para karyawannya belajar menemukan dirinya sendiri.</div><div style="text-align: justify;">Guru yang sokratis menciptakan lingkungan dimana orang belajar dari pencapaian dan kesalahannya sendiri. Dalam hal ini budaya risk taking(berani mengambil resiko) perlu didorong bahkan dihargai. Selain itu, feedback positif perlu terus diberikan untuk menciptakan proses pembelajaran dan penerapan, sehingga karyawan merasa lebih terbuka dalam mengungkapkan nilai dan kontribusinya untuk organisasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. <strong>Menjembatani orang pada misi</strong></div><div style="text-align: justify;">Setiap karyawan perlu membuat dan membangun jembatannya sendiri dari nilai menuju organisasi. Nilai-nilai tersebut bisa mnedorong seluruh pekerja untuk memahami mengapa mereka kerja di pagi hari dan merasa nyaman dengan hal tersebut. Para karyawn ingin membantu organisasi dalam mencapai misi, tujuan, dan harapan. Seorang Pemimpin harus membantu keinginan karyawan ini menjadi kenyataan dengan menempatkan mereka dalam peran yang tepat, memberikan pelatihan dan kebebasan dalam mewujudkannya, serta memberikan penghargaan berdasarkan kinerja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>5. Memunculkan sikap professional</strong></div><div style="text-align: justify;">Seorang pemimpin perlu memiliki sikap yang professional; harus mampu menyebarkan kesenangan, kehangatan rasa dari setiap apa yang dikatakan ataupun apa yang dilakukan. Dengan kata lain, pemimpin harus mampu membuat yang dipimpinnya merasa senang dengan pekerjaannya, mersa bangga dengan tugasnya, dan secara emosi merasa bertanggung jawab dengan teman sejawatnya. Pemimpin perlu mendorong tenaga kerjanya agar perusahaan bisa lebih produktif, efektif, kompetitif, dan menguntungkan, sebagaiman digambarkan dibagian awal bab ini, untuk mencapai kesuksesan di institusi kerja kita harus mendorong individu untuk memunculkan nilai pribadinya, menggunakan nilai tersebut sebagai bagian dari norma dan nilai organisasi, dan memberdayakan pemimipin yang bisa memperbaharui organisasi dan para karyawannya. Organisasi kerja kita harus bisa membentuk nilai yang mampu menghilangkan anomi dan memberikan keyakinan pada para karyawannya. Dan bila hal ini tidak muncul, maka perusahaan atau organisasi anda akan tetap berada dalam masalah.</div><br />
<strong>Source:</strong> <br />
Kuczmarski dan Kuczmarski. 1995. <a target="_blank" href="http://www.amazon.com/Values-Based-Leadership-Susan-Smith-Kuczmarski/dp/0967781744?ie=UTF8&tag=widgetsamazon-20&link_code=btl&camp=213689&creative=392969">Values-Based Leadership</a><img src="http://www.assoc-amazon.com/e/ir?t=widgetsamazon-20&l=btl&camp=213689&creative=392969&o=1&a=0967781744" width="1" height="1" border="0" alt="" style="border:none !important; margin:0px !important; padding: 0px !important" />(Bab I dan II. New Jersey:Prentice Hall)<br />
Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-85661453037580799052011-08-13T07:57:00.000-07:002011-08-13T08:28:34.423-07:00Model Coaching InDiCom<div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: right;">Visi tanpa pelaksanaan hanyalah merupakan halusinasi</div><div style="text-align: right;">- Steve Case</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kebanyakan orang tidak mempunyai cara yang sistematis untuk menganalisa apa yang diperlukan dalam coaching karena mereka tidak memiliki dasar atau model yang bisa digunakan. Kalaupun berhasil, seringkali mereka tidak tahu mengapa berhasil. <br />
<br />
Berikut adalah model coaching yang bisa digunakan untuk setiap kegiatan coaching untuk membantu baik yang sudah sukses maupun yang belum sukses. Coaching ini bisa sebentar bisa juga lama dan bisa digunakan untuk membantu seseorang dalam mengidentifikasi permasalahan yang perlu dihadapi serta mencari pemecahannya. Jenis coaching ini disebut InDiCom model yang merupakan bagian dari prisma coaching. Model ini terbagi ke dalam <a name='more'></a>tiga tahapan yakni<br />
<br />
1. Tahap 1: Melibatkan (Involve)<br />
<div style="text-align: justify;">2. Tahap 2: Menemukan (Discover)</div><div style="text-align: justify;">3. Tahap 3: Commit </div><div style="text-align: justify;">Model ini disebut InDiCom dengan menyingkat dua hurup awal setiap tahapan. Berikut penjelasan dari setiap tahapan:</div><div style="text-align: justify;"><strong>Tahapan I: Melibatkan (Involve)</strong></div><div style="text-align: justify;">Tujuan dari tahapan ini ialah mencari tahu mengapa pembicaraan harus dilakukan. Biasanya coaching dilakukan untuk memecahkan permasalahan, membicarakan sebuah topik, menangani permasalahan kinerja, atau untuk mengumpulkan pendapat. Untuk itu hal penting yang harus dilakukan adalah memperjelas tujuan dari setiap pembicaraan dan menentukan harapan yang diinginkan. Secara lebih rinci berikut beberapa tujuan yang harus dicapai terlebih dahulu sebelum maju ke tahapan ke dua, yakni:</div><div style="text-align: justify;">a. Memperjelas Tujuan dan Harapan</div><div style="text-align: justify;">Tujuan merupakan dasar mengapa pembicaraan dalam coaching harus dilakukan sedangkan harapan merupakan dampak, hasil, potensi atau kesempatan.. Seorang coach harus mendorong orang binaannya agar terbuka dan mengarahkannya supaya bisa menemukan tujuan atau harapan yang lebih spesifik. Selain itu perlu juga didorong agar binaan mempunyai kepercayaan terhadap coach. Dalam hal ini seorang coach tidak harus memecahkan permasalahan namun paling tidak membawa binaan menuju pemecahan yang diinginkan.</div><div style="text-align: justify;">b. Menumbuhkan kepemilikan (Ownership)</div><div style="text-align: justify;">Peran seorang coach adalah membantu binaannya agar bisa menyadari kepemilikannya pada permasalahan. Yang harus merasa memiliki bukanlah coach tapi binaan. Secara sederhana ini bisa dilakukan misalnya dengan menghindari kata-kata “kita” tapi menggunakan kata “anda” (Misalnya, Apa yang bisa anda lakukan untuk …..)</div><div style="text-align: justify;">c. Menilai Kesenjangan (Gap)</div><div style="text-align: justify;">Binaan harus didorong untuk mengetahui kondisi mereka sekarang dan kondisi yang diinginkan. Dengan mengetahuinya, binaan akan memiliki arah pasti tentang apa yang harus diraih. Berikut contoh pembicaraan yang bisa dilkaukan:</div><div style="text-align: justify;">- “Tolong ceritakan seperti apa keadaannya sekarang.” (tunggu jawaban)</div><div style="text-align: justify;">- “Sekarang ceritakan yang anda inginkan”</div><div style="text-align: justify;">- “Bila disekala dari 1 hingga 10 untuk yang paling ideal, kira-kira berapa nilai untuk kondisi sekarang?”</div><div style="text-align: justify;">- “Berapa nilai yang anda harapkan?”</div><div style="text-align: justify;">- “apa sebenarnya yang anda cari?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>Tahapan 2: Menemukan (Discover)</strong></div><div style="text-align: justify;">Tahap ini merupakan jantungya setiap pembicaraan dalam coaching, saat dimana seorang coach harus menemukan inti dari permasalahan. Biasanya binaan tidak benar-benar bisa mengatakan inti dari permasalahan dan seorang coach dalam hal ini perlu membantu mereka mengarahkan dan menemukan inti dari permasalahan tersebut. Dalam tahapan ini seorang coach juga membantu binaan agar bisa memperkecil atau menghilangkan kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diinginkan serta mendorong mereka mampu menentukan apa dan bagaimana untuk mewujudkan harapan yang dimilikinya.</div><div style="text-align: justify;">Tahapan ini bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi terkait dengan permasalahan yang dihadapi, kemudian mendorong binaan untuk menemukan kemungkinan pemecahannya, membicarakan strategi untuk memecahkannya, dan kemudian mempelajari dengan menambah pengetahuan, keterampilan serta informasi agar bisa membuat rencana tindakan.</div><div style="text-align: justify;">Pembahasan diatas menunjukan bahwa ada dua tujuan yang harus terpenuhi sebelum masuk ke tahapan selanjutnya, yakni:</div><div style="text-align: justify;">a. Menemukan akar permasalahan</div><div style="text-align: justify;">Metode ilmiah harus dilakukan untuk mengetahui akar dari permasalahan karena permasalahan yang dikatakan seringkali bukanlah merupakan akar dari permasalahan yang sebenarnya. Salah satu caranya yakni dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang bersifat provokasi, tidak memulai pertanyaan degan mengapa (why) tapi memulai dengan “apa” dan “bagaimana” berikut contoh percakapan yang bisa dilakukan:</div><div style="text-align: justify;">- Apa yang membuat anda berpikiran seperti itu?</div><div style="text-align: justify;">- Apa yang anda harapkan dari mereka?</div><div style="text-align: justify;">- Bagaimana anda bisa mengetahui apa yang diinginkannya dari anda?</div><div style="text-align: justify;">- Apa peran yang bisa anda lakukan dalam hal ini?</div><div style="text-align: justify;">- Bagaimana anda meningkatkan hubungan yang lebih baik?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Menggali Alternatif</div><div style="text-align: justify;">Coaching yang berhasil harus mampu mendorong binaan untuk bisa mengumpulkan alternatif dan menemukan sendiri pemecahan yang bisa dilakukannya. Namun demikian harus disadari bahwa, coach yang terampil bukan berarti harus memecahkan permasalahan dari binaannya tapi mengarahkan agar mereka bisa melakukannya sendiri. Hal ini penting sehingga binaan memiliki kemandirian dan tidak tergantung pada seorang coach sehingga binaan bisa menjadi para pemecah masalah (problem solver). Seorang coach perlu mendorong binaannya agar mengalami semuanya sendiri, belajar dari kesalahan, belajar menerapkan gagasan dan pemecahan atas permasalahan dan situasi yang dihadapainya. Berikut beberapa arahan pertanyaan yang bisa diberikan agar binaan memiliki sendiri alternatif yang bisa diterapkannya kemudian , yakni:</div><div style="text-align: justify;">- “Bila anda dimintai saran untuk orang yang mengalami hal yang sama dengan anda, kira-kira apa saran anda?”</div><div style="text-align: justify;">- “Apakah anda pernah mengalami hal yang mirip seperti ini sebelumnya? “Bagaimana cara anda menganinya saat itu?”</div><div style="text-align: justify;">- “Kira-kira apa yang akan disarankan teman anda untuk situasi yang anda hadapai ini?”</div><div style="text-align: justify;">Walaupun seorang coach harus menghindari diri untuk tidak memberi saran, namun ada saat atau kondisi dimana memberi saran perlu dilakukan. Hal ini tentunya dilakukan bila binaannya tidak merasa keberatan dengan saran kita, oleh karena itu perlu meminta izin dulu. Mungkin kita bisa mengatakannya dengan cara: “apakah anda memerlukan saran saya?” “bila anda tidak keberatan, saya mempunyai alternatif pemecahan yang mungkin bisa digunakan.”. saran yang kita berikan tentunya diberikan pada saat setelah binaan diberi waktu dan kesempatan untuk melakukannya sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>Tahapan 3: Commit</strong></div><div style="text-align: justify;">Tujuan dari tahapan ini adalah mengarahkan binaan agar memiliki komitmen dengan membuat rencana tindakan yang diyakini, dibuat dan diinginkan oleh binaan itu sendiri. Komitmen ini bisa lebih kuat dengan mengetahui kemungkinan hambatan yang akan dihadapi. Tahapan ini juga sekaligus merupakan tahap akhir dari proses coaching, oleh karenanya perlu ada yang menanda berakhirnya proses. Adapun tujuan dari tahapan ini ialah:</div><div style="text-align: justify;">a. Membuat rencana tindakan</div><div style="text-align: justify;">Rencana tindakan ini merupakan langkah atau tindakan yang akan dilakukan guna menangani permasalahan yang dihadapi oleh binaan itu sendiri. Rencana tindakan ini bisa dibuat dari mulai bentuk yang sederhana dengan mendaftar apa yang akan dilakukan pada langkah pertama, kemudian, kedua, dan kemudian langkah-langkah selanjutnya. Atau juga bisa dibuat dalam bentuk yanga agak rumit dengan membuat rencana tindakan untuk lima sampai sepuluh tahun dengan masing-masing langkah yang diambil serta tujuan yang ingin dicapai dari setiap tahunnya.</div><div style="text-align: justify;">Baik bentuk yang sederhana maupun yang rumit, rencan yang baik harus memenuhi criteria berikut yaitu:</div><div style="text-align: justify;">- Rencana merupakan refleksi keinginan dari binaan mengenai pendapat dan keputusannya.</div><div style="text-align: justify;">- Rencana tindakan perilaku nyata dan bisa diamati dan memiliki tujuan yang lebih dari biasanya.</div><div style="text-align: justify;">- Rencana tindakan memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang.</div><div style="text-align: justify;">- Rencana tindakan memiliki alat guna mengukur perkembangan dan kesuksesan yang terjadi</div><div style="text-align: justify;">Dalam tahapan terakhir ini seorang coach harus memastikan bahwa rencana tindakan yang akan diambil oleh binaannya betul-betul spesifik dan mengarah pada pemecahan akar permasalahan. Berikut contoh mengarahkannya:</div><div style="text-align: justify;">- “apa yang pertama kali akan anda lakukan untuk melaksanakan rencana anda?”</div><div style="text-align: justify;">- “Secara khusus, apa yang ingin anda peroleh dari hal tersebut?”</div><div style="text-align: justify;">- “Bagaimana anda memulainya?”</div><div style="text-align: justify;">- “Ceritakan apa rencana anda!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Menghilangkan Hambatan dan Rintangan </div><div style="text-align: justify;">Dengan mendorong binaan mengethui rintangan dan hambatan yang mungkin terjadi, diharapkan merekaakan memiliki komitmen yang lebih baik dalam membuat dan menerapkan rencana yang mereka pilih. Bila binaan merasa tidak akan memiliki rintangan atau hambatan, seorang coach harus mengarahkan mereka untuk bisa melihat sebuah kondisi atau permasalahan dari berbagai sudut pandang. Hal ini penting agar mereka bisa lebih siap dalam menerapkan rencana tindakan yang mereka buat. Berikut beberapa pertanyaan yang bisa dilontarkan:</div><div style="text-align: justify;">- “ apakah ada hal lain yang perlu dipertimbangkan?”</div><div style="text-align: justify;">- “anda kedengarannya sangat komit dengan rencana anda. Kira-kira apa yang bisa mengganggu anda dalam melaksanakan rencana anda?”</div><div style="text-align: justify;">- “apa yang bisa anda lakukan untuk memastikan suksesnya rencana anda?”</div><div style="text-align: justify;">- “apa kira-kira rencana cadangannya?”</div><div style="text-align: justify;">- “kira-kira apa hambatan yang akan hadapi? Dan bagaimana anda mengatasninya nanti?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Merekapitulasi</div><div style="text-align: justify;">Merekapitulasi merupakan proses penyelesaian pembicaraan dalam coaching. Tujuannya adalah untuk member keyakinan pada binaan bahwa mereka sudah memperoleh kemajuan dan sudah memiliki komitmen. Langkah ini jangan sampai ketinggalan mengingat pentingya langkah ini bagi binaan sebagai kesimpulan dan pernyataan komitmen mereka terhadap apa yang akan dilakukan kemudian. Berikut beberapa pernyataan yang bisa dikatakan, misalnya:<div style="text-align: justify;">- “Tolong anda simpulkan dalam satu atau dua kalimat tentang perasaan anda sekarang!”</div><div style="text-align: justify;">- “tolong ceritakan apa yang bisa nda pelajari dari pembicaraan kita hari ini?”</div><div style="text-align: justify;">Selain itu, bila nantinya binaan sudah merekapitulasi maka seorang coach harus memberikan dorongan dengan menunjukan dukungan dan persetujuannya pada apa yang sudah dipelajari binaan, rencana tindakan, kemajuan serta komitmennya pada rencana yang dibuat. Sebagaimana dinyatakan dalam bab 1 bahwa perasaan dihargai merupakan salah satu faktor penting dalam menumbuhkan komitmen. Oleh karena itu diakhir pembicaraan seorang coach harus meninggalkan kesan positif bagi binaannya untuk memperkuat keinginan dan komitmen binaan pada pa yang sudah dan akan dilakukannya kemudian. Berikut bebrapa contoh kata-kata penutup yang bisa dikatakan:</div><div style="text-align: justify;">- “Saya tahu bukanlah hal mudah bagi anda untuk menemukan penyebab kinerja yang buruk dari tim anda pada triwulan ini. Namun anda sudah mampu melakukan analisis kerja dengan baik dan berdasarkan pada apa yang anda ceritakan, saya lihat tim anda cukup memiliki keberanian untuk melakukan apa yang harus dilakukan.”</div><div style="text-align: justify;">- Saya tahu, pembicaraan kita sungguh terasa berat untuk anda. Anda begitu yakin dan jelas menggambarkan bagaimana anda akan menangani kesulitan yang sedang anda hadapi. Saya yakin sekali anda akan mampu mengatasi permasalahan tersebut dan juga mampu mencegah munculnya kembali permasalahan tersebut di kemudian hari.”</div><div style="text-align: justify;">- Dsb</div><div style="text-align: justify;">Selain itu juga jangan lupa untuk mengahiri pembicaraan dengan rencana kemudian untuk sesi follow up. Hal ini bisa dilakukan baik oleh coach atau oleh binaan seperti contoh berikut ini:</div><div style="text-align: justify;">Oleh coach:</div><div style="text-align: justify;">- “Kapan anda akan membicarakan perkembangannya?”</div><div style="text-align: justify;">- “gagasan anda serta rencana anda hari ini begitu bagus. Saya akan senang untuk mendengarkan perkembangan selanjutnya bulan depan di hari Jumat.”</div><div style="text-align: justify;">Oleh binaan:</div><div style="text-align: justify;">- Apakah saya bisa menemui anda minggu depan untuk menceritakan perkembangannya?”</div><div style="text-align: justify;">- Saya akan senang sekali menceritakan apa yang terjadi bulan depan.”<br />
<br />
Source:<br />
<em>Chapter V in <a target="_blank" href="http://www.amazon.com/Coaching-Commitment-Achieveing-Performance-Individuals/dp/0787982490?ie=UTF8&tag=widgetsamazon-20&link_code=btl&camp=213689&creative=392969">Coaching for Commitment: Achieveing Superior Performance from Individuals and Teams , Third Edition</a><img src="http://www.assoc-amazon.com/e/ir?t=widgetsamazon-20&l=btl&camp=213689&creative=392969&o=1&a=0787982490" width="1" height="1" border="0" alt="" style="border:none !important; margin:0px !important; padding: 0px !important" />transliterasi by Ade JohanAde Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-51999486560708812812011-08-10T21:31:00.000-07:002011-08-13T01:48:36.855-07:00Managing Educational CostBanyak negara di masa tahun 50 hingga 60 an mengalami kegagalan dalam pencapaian target expansi pendidikan karena target yang ada bersifat kurang realistik; tidak betul-betul melihat sumber-sumber yang ada. Berbagai contoh bagaimana pembiayaan dikelola di negara lain mungkin dapat menjadi pelajaran untuk pengelolaan pendidikan di Indonesia. Termasuk didalamnya mengenai sifat dan perilaku dalam pembiayaan pendidikan sebagai prasayarat untuk praktek menganalisa biaya serta berbagai pedoman, tip praktis, tindakan dalam menerapkan analisa biaya sesuai dengan kondisinya.Untuk lebih jelasnya anda dapat melakukan analisis sendiri setelah membaca buku ini. Tertarik? anda dapat membacanya secara lengkap dengan <a href=
http://www.ziddu.com/downloadlink/16007999/MANAGINGEDUCATIONALCOST.pdf>download buku "Managing Educational Cost"</a>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-80012207831424192862011-08-10T21:17:00.000-07:002011-08-11T23:57:29.131-07:00Kamus Bahasa IndonesiaThis dictionary will be helpful to not only Indonesian willing to know appropriate words or meaning but also to foreigner willing to practice Indonesian language better. <a href="http://www.ziddu.com/downloadlink/16007769/KamusIndonesia.pdf">Download Kamus Indonesia-Indonesia</a>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-29241195562740329192011-08-10T19:48:00.000-07:002011-08-14T18:54:34.254-07:00Sebelum RapatMungkin rapat yang anda selenggarakan tidak berjalan dengan lancar karena anda masih beranggapan bahwa anda masih memandang persiapan rapat merupakan hal yang tidak perlu. <a imageanchor="1" target="_blank" href="http://www.amazon.com/Read-This-Before-Meeting-ebook/dp/B0057ZER34?ie=UTF8&tag=widgetsamazon-20&link_code=bil&camp=213689&creative=392969"><img alt="Read This Before Our Next Meeting" src="http://ws.amazon.com/widgets/q?MarketPlace=US&ServiceVersion=20070822&ID=AsinImage&WS=1&Format=_SL160_&ASIN=B0057ZER34&tag=widgetsamazon-20" /></a><img src="http://www.assoc-amazon.com/e/ir?t=widgetsamazon-20&l=bil&camp=213689&creative=392969&o=1&a=B0057ZER34" width="1" height="1" border="0" alt="" style="border:none !important; margin:0px !important; padding: 0px !important" />Buku ini tidak hanya menjelaskan apa sebenarnya yang salah dengan rapat atau budaya rapat kita namun juga memaparkan bagaimana menyelenggarakan rapat secara lebih efektif, efisien dan "layak" untuk dihadiri. Buku ini cocok untuk para pegawai, perusahaan, ataupun institusi yang bermaksud untuk merubah total kinerja. Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-73636838230993448792011-08-08T20:30:00.000-07:002011-08-13T00:33:15.318-07:00A Perspective of Learning by IllichMany opinions stated about learning. One of them is from Illich. If you want to know more about him you can click <a href=http://en.wikipedia.org/wiki/Ivan_Illich>http://en.wikipedia.org/wiki/Ivan_Illich</a>. This is a short review on Illich perspective about learning. Illich stated on his book "Descooling Society" that: <br />
<br />
“In fact, learning is the human activity which at least needs manipulation by others. Most learning is not the result of instruction. It is rather the result of unhampered participation in a meaningful setting. Most people learn best by being ‘with it’, yet school makes them identify their personal cognitive growth with elaborate planning and manipulation.” <br />
<br />
<br />
The awareness of the nature of learning is necessary for teacher especially to find out the basis of his effective teaching practices. In this case, teachers might have different opinions towards .... <a name='more'></a>learning depending on how they take point of view. This point of view will certainly influence how teachers base their teaching practices. <br />
According to Illich on his statement, there are some important points to underline such as: <br />
<br />
1. Human activity <br />
Nobody is objected that learning is a process done by human. This implies that the activity is not limited by time, hours, or places. <br />
<br />
2. Least manipulation <br />
Learning cannot take place when it is manipulated by teacher. If it is so, the process of learning will not be as efficient as expected. The learners feel not free to do what they want. <br />
<br />
3. Not the result of instruction <br />
If learning is defined as the result of instruction (pengajaran), the process of learning is designed by teacher. In this case, teacher often thinks that everything is already well designed according to the students’ needs and interest. In fact, it does not always run as expected since interesting or not does not depend on the teacher, but the learner. <br />
<br />
4. Unhampered participation <br />
It implies that there is learner’s awareness and involvement in the process of learning. This factor is necessary for the success process of learning. <br />
<br />
5. Meaningful setting <br />
There should be a meaningful setting in learning in which learners shall find the benefit from it. Again, it is not the teacher who decides but learners. <br />
<br />
6. Learning best by being ‘with it’ <br />
There might be a situation in learning when learners are physically present but the mind is away. If it happens when learning, learning will not be as powerful as the situation when both of physical and mind are present. <br />
<br />
Questions: <br />
1. Which base is better in learning, manipulation or willingness? <br />
Answer: Willingness. Learning might be manipulated but the result will not be as efficient as expected. Learners will have greater motivation and interest in learning if it is based on their willingness. <br />
<br />
2. What is the final result of Learning? <br />
Answer: the final result of learning is the presence of continuous learning. It implies that a good learner is the one who never stops learning. <br />
<br />
3. Can learner learn effectively if he is given a choice of learning designed by teacher? <br />
For example bringing learner to library room and do what the teacher expects. <br />
Answer: It can be effective if it is discussed first with learners. A teacher often assumes things are interesting, though the learners might think differently. Thus, when designing the setting for learners, choices are better given to learners so that they have freedom to do what they want. <br />
<br />
4. Can the theory of meaningful setting be applied at school or institution? <br />
Answer: Yes, it will achieve an expected output where every element involved in school or institution performs well in running his duty or responsibility. <br />
<br />
<br />
Do you agree with the opinions and the probable answers for each questions? You may have different opinion on it but you shall agree that this perspective will affect your teaching practice. So, beware of your learning perspective! <br />
Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-77823314993269248592011-08-07T20:21:00.000-07:002011-08-10T21:09:44.723-07:00THE NEW MEANING OF EDUCATIONAL CHANGEPembicaraan mengenai reformasi pendidikan sering dilakukan namun jarang menyabit-nyabit masalah perbedaan istilah antara perubahan dan kemajuan. Penentangan pada perubahan tertentu mungkin lebih banyak daripada pengadopsiannya, tetapi darimana kita tahu? Kunci untuk memahami arti dari perubahan, atau untuk mewujudkan perubahan yang diinginkan, berkenaan dengan yang saya sebut “masalah pengertian.” Salah satu masalah mendasar dalam pendidikan saat ini adalah orang-orang tidak memiliki pengertian yang jelas dan logis mengenai apa tujuan perubahan pendidikan, apa itu perubahan pendidikan, dan bagaimana perubahan pendidikan berjalan.Untuk dapat memahami itu semua ada baiknya anda membaca buku yang berjudul The New Meaning of Educational Change dari Michael Fullan. Selengkapnya di <a href=http://www.scribd.com/doc/61174018/The-New-Meaning-of-Educational-Change-by-Fullan-Translated-by-Ade-Johan-and-Friends>http://www.scribd.com/doc/61174018/The-New-Meaning-of-Educational-Change-by-Fullan-Translated-by-Ade-Johan-and-Friends</a>. Semoga bermanfaat.Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-73814628726813904462011-08-07T19:26:00.000-07:002011-08-13T00:17:06.911-07:00How To Improve Your EnglishYour students or friends may ask this question, "What is the best way to improve our speaking in English?" Having such a question, diplomatically you'll say that there is no single best method in improving your speaking skill. What is best for one might not best for other. the following tips may be benefitial for you or the one willing to improve speaking. <br />
▪ Be patient with yourself. Keep in mind tthat learning a language is a gradual process - it does not happen overnight. <br />
<br />
▪ Define your learning objectives early: What do you want to learn and why? <br />
<br />
▪ Make learning a habit. Try to learn something every day. It is much better to study (or read, or listen to English news, etc.) for ten minutes each day than to study for two hours once a week. <a name='more'></a><br />
<br />
▪ Choose your materials well. You will need reading, grammar, writing, speaking and listening materials. ESL Pro Systems offers a full range of excellent study materials that can help you improve your English faster.<br />
<br />
▪ Vary your learning routine. It is best to do different things each day to help keep the various relationships between each area active. In other words, don't just study grammar-study all the language skills.<br />
<br />
▪ Find friends to study and speak with. Learning English together can be very encouraging. In addition, try to make friends with native speakers. If you don't live in an English environment, try to interact with people that speak only English. Go to businesses where English is spoken and try to ask for help in English. Don't look for a person that might help you in your own language. <br />
<br />
▪ Choose listening and reading materials that relate to what you are interested in. Begin reading magazines and publications that use fairly easy language such as Reader’s Digest, People, and Biography. Being interested in the subject will make learning more enjoyable, and thus more effective. For example, by watching English films & TV programs (especially those with subtitles) you can expand your vocabulary and hear the flow of speech from the actors. Try to listen to talk radio. This will help you get acquainted with American idioms and slang. There are some very interesting and informative shows well worth listening to. <br />
<br />
▪ Music can also be a very effective method for learning English. The best way to learn though, is to get the lyrics (words) to the songs you are listening to and try to read along as the artist sings. There are several good Internet sites where you can find the words for most songs. (insert link here)This way you can practice your listening and reading at the same time. And if you like to sing, that’s even better!<br />
<br />
▪ Relate grammar to practical usage. Grammar by itself does not help you use the language. You should practice what you are learning by employing it actively. <br />
<br />
▪ Move your mouth! Understanding something doesn't mean the muscles of your mouth can produce the sounds. Practice what you are learning by saying it aloud. It may seem strange, but it is very effective. <br />
<br />
▪ Communicate! There is nothing like communicating in English and being successful. Grammar exercises are good, but having your friend on the other side of the world understand your e-mail is fantastic! <br />
<br />
▪ Use the Internet. The Internet is the most exciting, unlimited English resource that anyone could imagine and is available in almost every country right at your fingertips. Be sure to check out www.free-english.com, www.free-english-games.com, and www.esl-pro.com.<br />
▪ Speak without fear. The biggest problem most people face in learning a new language is their own fear. They worry that they won’t say things correctly or that they will look stupid so they don’t talk at all. Don’t do this. The fastest way to learn anything is to do it – again and again until you get it right. Like anything, learning English requires practice. Don’t let a little fear stop you from getting what you want. <br />
<br />
Final tips:<br />
1. Remember that English learning is a process. <br />
2. Be patient with yourself.<br />
2. Practice, practice, practice!<br />
<br />
For more tips in learning and teaching (English) language you may link to <a href = http://esl.about.com/od/englishlearningresources/ht/>http://esl.about.com/od/englishlearningresources/ht/</a>. Wish you may have your english improved.Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-17642477522908849562011-08-07T13:26:00.000-07:002011-08-07T20:08:31.667-07:00BERKAH DARI RASA INGIN TAHUPernahkah anda menemui atau melihat seorang anak kecil yang entah untuk berapa kalinya bertanya pertanyaan yang sama pada orang tuanya. Menghadapi anak seperti ini ada dua pilihan kemungkinan reaksi yang muncul; pertama orang tua dengan sabar mencoba menjelaskan dan berdialog dengan si anak perihal yang ditanyakan tersebut atau yang kedua barangkali orang tua akan merasa bosan untuk menjawab pertanyaan yang sama lagi dan lagi. <br />Beberapa hari yang lalu, mesin cuci di rumah saya yang baru berusia sekitar 3 tahunan mengalami penurunan “kemampuan” (dibaca: agak rusak). Mesin cuci dengan dua bukaan di atas; satu untuk mencuci dan yang satunya lagi untuk mengeringkan. Bagian untuk mengeringkan sudah tidak berfungsi lagi sejak beberapa bulan sebelumnya dan bagian pencucinya hanya berputar satu arah padahal biasanya bulak balik dua arah.<br />Apa sebenarnya hubungan antara kemungkinan pengalaman anak kecil diatas dengan pengalaman saya berkenaan dengan mesin cuci? <a name='more'></a>Sekiranya saya memiliki orangtua yang menunjukan reaksi kedua terhadap anaknya (bosan), mungkin sampai sekarang mesin cuci saya belum normal seperti baru lagi atau mungkin saya harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk menggunakan jasa tukang service memperbaiki mesin cuci saya. Alhamdulilah-nya, saya dibesarkan oleh orang tua yang menunjukan reaksi yang pertama (sabar). Kesabaran orang tua dalam menghadapi rasa ingin tahu anaknya menumbuhkan rasa percaya diri anak untuk bertanya dan mencari tahu apa yang perlu diketahuinya. Inilah yang didalam istilah bahasa inggris disebut curiosity/rasa ingin tahu. <br />Sekedar informasi saja berbekal rasa ingin tahu ini, saya mencoba mencari informasi dari sumber yang tercepat dan gampang yakni internet. Browsing berbagai site dan blog yang memberikan solusi pemecahan permasalahan yang saya hadapi, diantaranya pada<a href=http://arrayhanservice.blogspot.com/2009/11/Service%20mesin%20cuci%202%20tabung>http://arrayhanservice.blogspot.com/2009/11/Service%20mesin%20cuci%202%20tabung</a>. Namun demikian informasi yang didapat ini tidak serta merta dapat menyelesaikan kerusakan pada mesin cuci. Perlu tambahan rasa ingin tahu lagi, maka mulailah bagian belakang mesin cuci itu dibuka dan dilakukan crosschecking antara informasi yang didapat dengan kenyataan yang ditemukan didalam mesin cuci tersebut. Berbekal hasil analisis (agak gaya sedikit) saya mencoba mencari barang yang “diduga” menjadi “otak” dari mesin cuci yang disebut capasitordan ternyata harganya cukup murah hanya Rp.35.000. <br />Akhirnya....berbekal rasa ingin tahu ini saya pasang dan hmmmmm eureka.....yesss......successfull .. mesin cuci berfungsi baik seperti baru beli. <br />Kalau coba disimpulkan, pengalaman anak menjadi hal penting yang membentuk karakter . Karakter terbentuk karena pengalaman yang dialami berulang-ulang sehingga menjadi kepribadian. Kepribadian ini menjadi modal dalam menggali informasi dan atau menghadapi permasalahan hidup yang dialami. Kepribadian yang kuat ini juga memotivasi diri untuk melakukan analisis dan interpretasi atas informasi dan masalah yang dihadapi yang kemudian dijadikan dasar dalam mengambil tindakan.<br />Alla Kulli hal, Thanks God, thanks Dad and Mom. Rasa Ingin tahu yang tumbuh sejak kecil tidak pernah mati karena kesabaran yang tiada tara.Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-56885736620427523262011-08-06T01:38:00.000-07:002011-08-16T21:26:53.627-07:00Cara Menghitung Produktivitas KerjaProduktivitas seseorang dalam bekerja seringkali dilihat secara kualitatif. Berikut adalah contoh bagaimana produktivitas ditinjau secara kuantitatif dengan cara mengukur beban kerja yang harus dipenuhi sesuai dengan jam ideal pemenuhan setiap beban kerja tersebut. <a name='more'></a><a style="MARGIN: 12px auto 6px; DISPLAY: block; FONT: 14px Helvetica, Arial, Sans-serif; TEXT-DECORATION: underline; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none" title="View Contoh Hasil Olah Produktivitas on Scribd" href="http://www.scribd.com/doc/61176493/Contoh-Hasil-Olah-Produktivitas">Contoh Hasil Olah Produktivitas</a><iframe id="doc_24486" class="scribd_iframe_embed" height="600" src="http://www.scribd.com/embeds/61176493/content?start_page=1&view_mode=list&access_key=key-2jqd0iv5y797543aq2l" frameborder="0" width="100%" scrolling="no" ratio="0.706697459584296"></iframe><br />
<script type="text/javascript">(function() { var scribd = document.createElement("script"); scribd.type = "text/javascript"; scribd.async = true; scribd.src = "http://www.scribd.com/javascripts/embed_code/inject.js"; var s = document.getElementsByTagName("script")[0]; s.parentNode.insertBefore(scribd, s); })();</script>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2202698366525789580.post-10694977932466842732011-03-15T09:34:00.000-07:002011-08-10T22:03:59.542-07:00What Is Employee Productivity?<div style="TEXT-ALIGN: center; CLEAR: both" class="separator"><a style="MARGIN-LEFT: 1em; MARGIN-RIGHT: 1em" href="http://ketawa.com/gambar/10/kerjasama.jpg" imageanchor="1"><img border="0" src="http://ketawa.com/gambar/10/kerjasama.jpg" width="264" height="320" q6="true" /></a></div><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Konsep Dasar Produktivitas Kerja Pegawai</span></b><br />
<br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 0pt" class="MsoTitle"><span style="LINE-HEIGHT: 200%; FONT-WEIGHT: normal" lang="EN-US"><a href="http://www.blogger.com/" name="_ednref8"></a><span style="font-family:arial;">Sumber daya manusia organisasi yang produktif merupakan aspek penting dalam setiap perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi. Tuntutan pelayanan yang lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap roda kegiatan yakni sumber daya manusia agar lebih siap dan produktif dalam kerjanya. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi dalam bentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 0pt" class="MsoTitle"><span style="LINE-HEIGHT: 200%; FONT-WEIGHT: normalfont-family:arial;" lang="EN-US" >Secara etimologi, menurut <i style="mso-bidi-font-style: normal">Collins Cobuild Dictionary </i>(1998:1145) produktivitas berasal dari kata <i style="mso-bidi-font-style: normal">productivity</i> yang berarti ukuran efisiensi sebuah perusahaan atau negara dengan menghitung perbandingan antara ....<a name='more'></a>jumlah atau nilai barang yang dihasilkan dengan waktu atau uang serta jumlah pekerja yang digunakan untuk produksi tersebut. Pengertian tersebut menyiratkan adanya keterkaitan dengan pandangan ekonomi dimana setiap kegiatan diupayakan dapat mencapai hasil sebesar mungkin dengan menggunakan sumber daya sekecil-kecilnya. Hal ini wajar karena konsep produktivitas awal mulanya berkembang dalam berbagai organisasi yang berorientasi bisnis namun kemudian banyak digunakan dalam berbagai organisasi termasuk organisasi yang memberikan pelayanan pendidikan.</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Sejalan dengan pengertian diatas, Paul Mali seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2009:198) menyatakan bahwa produktivitas merupakan upaya untuk menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya seefisien mungkin. Dengan kata lain, produktivitas merupakan rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu. Produktifitas memiliki dua dimensi, <i>pertama </i>efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu. <i style="mso-bidi-font-style: normal">Kedua</i> yaitu efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingakan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan baik (Hasibuan, 2003). Pendapat lain, </span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Whitmore seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2009:198) mengungkapkan bahwa produktivitas merupakan ukuran atas penggunaan sumber daya dalam sebuah organisasi yang bisaanya dinyatakan sebagai suatu rasio dari keluaran (<i style="mso-bidi-font-style: normal">output</i>) yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan. Pendapat lain yang hampir sama dari<span style="mso-spacerun: yes"> </span><span style="color:black;">Nawawi (1998:97) mengemukakan pengertian produktivitas dalam dua pengertian<span style="mso-spacerun: yes"> </span>sebagai berikut, <i style="mso-bidi-font-style: normal">pertama</i>, produktivitas kerja diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang diperoleh (<i style="mso-bidi-font-style: normal">output</i>)<span style="mso-spacerun: yes"> </span>dengan sumberdaya yang digunakan (<i style="mso-bidi-font-style: normal">input</i>). Produktivitas kerja dinyatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih tinggi daripada sumber daya yang dipergunakan. Hasil yang dicapai tidak saja sekedar dihitung dengan jumlah dan mutu sesuatu yang dihasilkan, tetapi juga dari segi banyaknya manfaat dari pihak lain; dan yang <i style="mso-bidi-font-style: normal">kedua</i>, Produktivitas kerja yang diukur dari daya guna penggunaan personal sebagai tenaga kerja. Produktivitas ini digambarkan dari ketepatan penggunaan metode atau cara kerja dan alat-alat yang tersedia, sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia.</span></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;color:black;" lang="EN-US" > </span></b><span style="LINE-HEIGHT: 200%;color:black;" lang="EN-US" >Dari produktivitas kerja ini juga diperoleh gambarannya dari dedikasi, loyalitas, kesungguhan, disiplin, ketepatan penggunaan metode,dan sebagainya yang tampak selama pegawai melaksanakan volume dan beban kerjanya.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >Berdasarkan beberapa uraian pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja merupakan rasio antara efektivitas dan efesiensi dari berbagai sumberdaya yang dimaksudkan untuk mencapai keluaran organisasi semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin dalam suatu satuan waktu tertentu dan memiliki kualitas hasil tertentu pula. Produktivitas kerja individu adalah perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas dan kualitas dalam satu waktu tertentu. </span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >Secara lebih rinci Gaspersz (2000:18) memaparkan beberapa unsur yang terdapat dalam produktivitas yakni:</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >1. Efisiensi</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 14.2pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >Produktivitas sebagai rasio output/input merupakan ukuran efisiensi pemakaian sumber daya (input). <span style="mso-bidi-font-weight: bold">Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. </span>Pengertian efisiensi berorientasi kepada masukan.</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >2. Efektivitas</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 14.2pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik secara kuantitas maupun waktu. Makin besar presentase target tercapai, </span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">makin tinggi tingkat efektivitasnya. Konsep ini berorientasi pada keluaran. Peningkatan efektivitas belum tentu dibarengi dengan peningkatan efisiensi dan sebaliknya. </span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >3. Kualitas.</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 14.2pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Secara umum kualitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh pemenuhan persyaratan, spesifikasi, dan harapan konsumen. Kualitas merupakan salah satu ukuran produktivitas. Meskipun kualitas sulit diukur secara matematis melalui rasio output/input, namun jelas bahwa kualitas input dan kualitas proses akan meningkatkan kualitas output.</span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"> Seperti terlihat dalam gambar berikut bahwa produktivitas tidak hanya peduli pada peningkatan kuantitas namun juga memperhatikan kualitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutermeister (Alma, 2008:85) bahwa “<i style="mso-bidi-font-style: normal">Productivity is defined for our purpose as output per employee-hour but quality is also considered</i>”. Produktivitas tidak hanya merupakan output perbandingan orang dengan jam namun juga memperhatikan kualitasnya.</span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"></span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><span style="font-family:arial;"></span></div><br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 150%; MARGIN: 0cm 0cm 0pt; mso-layout-grid-align: none" class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="LINE-HEIGHT: 150%;font-family:arial;" lang="EN-US" ></span></i></div><br />
<h4 style="MARGIN: 0cm 0cm 0pt"><span lang="EN-NZ" style="font-family:arial;"></span></h4><br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 0pt" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-US" >Pendapat lain berkenaan dengan efektifitas dan efisiensi disampaikan oleh Mardiasmo (2002: 132) yang berpendapat bahwa efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan <i>(Spending wisely). </i>Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak <i>(Outcome) </i>dari keluaran <i>(Output) </i>program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi <i>output </i>yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Sedangkan Efisiensi mengukur perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumberdaya dan dana yang serendah-rendahnya <i>(Spending well). </i>Karena efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka menurut Mardiasmo (2002 : 134) perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpFirst"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore">1. </span></span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore">2. </span></span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore">3. </span></span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: -18pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 36pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2" class="MsoListParagraphCxSpLast"><span style="font-family:arial;"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore">4. </span></span><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-US">Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output.</span></span></div><br />
<br />
<div style="MARGIN: 0cm 0cm 0pt" class="MsoTitle" align="justify"><span style="LINE-HEIGHT: 200%;font-family:arial;" lang="EN-NZ" >Berbagai pengertian dan gambaran mengenai produktivitas diatas selalu merujuk pada dua dimensi penting yakni efektivitas dan efisiensi. Efektifitas kerja dapat dilihat dari indikasi pencapaian unjuk kerja yang maksimal terkait dengan tercapainya target ditinjau dari segi kuantitas, kualitas dan waktu. Sedangkan efisiensi berkenaan dengan perbandingan jumlah pegawai dengan tugas pekerjaan, kemampuan memanfaatkan sarana dan prasarana dalam bekerja dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan penghematan waktu.</span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal" align="justify"><span style="LINE-HEIGHT: 200%" lang="EN-NZ"><span style="mso-tab-count: 1"></span><span style="font-family:arial;">Selain itu juga, beberapa pengertian diatas menunjukan adanya tiga tingkatan dalam pengukuran produktivitas yakni individu, kelompok dan organisasi. Ukuran produktivitas yang harus dipertimbangkan (Alma, 2008:86) dalam mengelola organisasi yaitu pertama, untuk tujuan strategi, apakah organisasi sudah benar sesuai dengan apa yang telah digariskan. Kedua, efektifitas pencapaian tujuan dari segi kuantitas dan kualitas dan ketiga, efisiensi yang merupakan perbandingan output dibagi dengan input.</span></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><br />
</div><br />
<div style="TEXT-ALIGN: justify; LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: 1cm; MARGIN: 0cm 0cm 10pt" class="MsoNormal"><strong>Referensi:</strong></div><br />
<div style="LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 10pt 42.55pt" class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-language: IN;font-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" >Alma, Buchari. (2008). <i style="mso-bidi-font-style: normal">Kewirausahaan</i>. Bandung: Alfabeta.</span><span style="font-family:'Times New Roman', 'serif';"></span></div><br />
<div style="LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 10pt 42.55pt" class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-NZ" >Gaspersz, Vincent. (2000). <i style="mso-bidi-font-style: normal">Total Quality Management</i>. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.</span><span style="font-family:'Times New Roman', 'serif';"></span></div><br />
<div style="LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 10pt 42.55pt; mso-outline-level: 4" class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" >Hasibuan, M. (2003) Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: B</span><span style="mso-bidi-font-weight: bold;font-family:'Times New Roman', 'serif';" >u</span><span style="mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" >mi Aksara.</span><span style="mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-NZ" ></span></div><br />
<div style="LINE-HEIGHT: 200%; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 42.55pt; mso-outline-level: 4" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 200%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';color:black;" lang="EN-US" >Mardiasmo. (2002). Akuntansi <i>Sektor Publik</i>. Andi : Yogyakarta.</span><span style="LINE-HEIGHT: 200%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-NZ" ></span></div><br />
<div style="LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 42.55pt; mso-outline-level: 4" class="MsoNormal"><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: IN; mso-fareast-: EN-USfont-family:'Times New Roman';" lang="EN-US" >Nawawi, Hadari. (1997). <i>Manajemen Sumber Daya Manusia</i>. Yogyakarta: Gajah mada</span><span style="mso-bidi-font-weight: bold;font-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" > </span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: IN; mso-fareast-: EN-USfont-family:'Times New Roman';" lang="EN-US" >university Press.</span><span style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-: INfont-family:'Times New Roman';" ></span></div><br />
<br />
<div style="LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -35.45pt; MARGIN: 0cm 0cm 0pt 42.55pt; mso-outline-level: 4" class="MsoNormal"><span style="LINE-HEIGHT: 150%; FONT-FAMILY: 'Times New Roman', 'serif'; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: IN; mso-fareast-: EN-USfont-family:'Times New Roman';" lang="EN-US" >Sedarmayanti.</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: boldfont-family:'Times New Roman', 'serif';" > (200</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" >9</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: boldfont-family:'Times New Roman', 'serif';" >). </span><i style="mso-bidi-font-style: normal"><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" >Tata Kerja dan Produktivitas Kerja</span></i><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: boldfont-family:'Times New Roman', 'serif';" >. Bandung:</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-US" > Mandar Maju</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: boldfont-family:'Times New Roman', 'serif';" >.</span><span style="LINE-HEIGHT: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-language: INfont-family:'Times New Roman', 'serif';" lang="EN-NZ" ></span></div><br />
<br />
<div style="TEXT-ALIGN: left; LINE-HEIGHT: normal; TEXT-INDENT: -42.55pt; MARGIN: 0cm 0cm 10pt 42.55pt" class="MsoNormal"></div>Ade Johanhttp://www.blogger.com/profile/04055503268176667831noreply@blogger.com0